ILMU
DAN AGAMA
1.
PENDAHULUAN
Perkembangan selama ini menunjukkan bahwa sains
didominasi oleh aliran positivisme, sebuah aliran yang sangat menuhankan metode
ilmiah dengan menempatkan asumsi-asumsi metafisis, aksiologis dan
epistemologis. Menurut aliran ini, sains mempunyai reputasi tinggi untuk
menentukan kebenaran, sains merupakan ”dewa” dalam beragam tindakan (sosial,
ekonomi, politik, dan lain-lain). Agama hanyalah merupakan hiasan belaka ketika
tidak sesuai dengan sains, begitu kira-kira kata penganut aliran positivisme.
Menurut sains, kebenaran adalah sesuatu yang
empiris, logis, konsisten, dan dapat diverifikasi. Sains menempatkan kebenaran
pada sesuatu yang bisa terjangkau oleh indra. Sedangkan agama menempatkan
kebenaran tidak hanya meliputi hal-hal yang terjangkau oleh indra tetapi juga
yang bersifat non indrawi. Sesuatu yang datangnya dari Tuhan harus diterima
dengan keyakinan, kebenaran di sini akan menjadi rujukan bagi
kebenaran-kebenaran yang lain. Sains dan agama berbeda, karena mungkin mereka berbeda
paradigma
2.
ILMU
2.1. Pengertian ilmu
Menurut
Bachtiar,2009 (dalam Anisah) Adapun
beberapa definisi ilmu menurut para ahli, di antaranya adalah :
Mohammad Hatta
mendefinisikan bahwa ilmu ádalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan
hukum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya, maupun menurut
kedudukannya tampak dari luar, maupun menurut bangunannya dari dalam.
Ralph Ross dan
Ernest Vanden Haag mengatakan bahwa ilmu ádalah yang empiris, rasional, umum
dan sistematik, dan keempatnya serentak.
Karl Pearson
mengatakan bahwa ilmu ádalah lukisan atau keterangan yang komprehensif dan
konsisten tentang fakta pengalaman dengan istilah yang sederhana.
Ashley Montagu,
menyimpulkan bahwa ilmu adalah pengetahuan yang disusun dalam suatu sistem yang
berasal dari pengamatan, studi dan percobaan untuk menentukan hakikat prinsip
tentang hal yang dikaji.
Harsojo
menerangkan bahwa ilmu adalah : 1. Merupakan akumulasi pengetahuan yang
disistemasikan, 2 Suatu pendekatan terhadap seluruh dunia empiris yaitu suatu
dunia yang terikat oleh faktor ruang dan waktu, dunia yang pada prinsipnya
dapat diamati oleh panca indra manusia. 3. Suatu cara menganalisis yang
mengizinkan kepada ahli-ahlinya untuk menyatakan suatu proposisi dalam bentuk :
Jika.....maka.....
Afanasyef seorang pemikir marxist bangsa Rusia mendefinisikan ilmu adalah
pengetahuan manusia tentang alam, masyarakat dan pikiran. Ia mencerminkan alam
dan konsep-konsep, kategori dan hukum-hukum yang ketetapannya dan kebenarannya
diuji dengan pengalaman praktis.
T. Jacob mengatakan bahwa ilmu merupakan suatu sistem eksplanasi yang
paling dapat diandalkan dibandingkan dengan sistem lainnya dalam memahami masa
lampau, sekarang , serta mengubah masa depan.
Dari keterangan para ahli tentang ilmu di atas, dapat disimpulkan bahwa
ilmu adalah sebagian pengetahuan yang mempunyai ciri, tanda, syarat tertentu,
yaitu sistematik, rasional, empiris, universal, objektif, dapat diukur, terbuka
dan kumulatif.
2.2. Sifat-sifat ilmu
Dari definisi yang diungkapkan Mohammad Hatta dan Harjono di
atas, kita dapat melihat bahwa sifat-sifat ilmu merupakan kumpulan pengetahuan
mengenai suatu bidang tertentu yang dapat :
a.
Berdiri secara satu kesatuan,
b.
Tersusun secara sistematis,
c.
Ada dasar pembenarannya (ada
penjelasan yang dapat dipertanggung jawabkan disertai sebab-sebabnya yang
meliputi fakta dan data),
d.
Mendapat legalitas bahwa ilmu tersebut hasil pengkajian atau
riset.
e.
Communicable, ilmu dapat ditransfer kepada orang lain sehingga
dapat dimengerti dan dipahami maknanya.
f.
Universal, ilmu tidak terbatas ruang dan waktu sehingga dapat
berlaku di mana saja dan kapan saja di seluruh alam semesta ini.
g.
Berkembang, ilmu sebaiknya mampu mendorong
pengetahuan-pengatahuan dan penemuan-penemuan baru. Sehingga, manusia mampu
menciptakan pemikiran-pemikiran yang lebih berkembang dari sebelumnya.
Dari penjelasan di atas, kita dapat melihat bahwa tidak semua
pengetahuan dikategorikan ilmu. Sebab, definisi pengetahuan itu sendiri sebagai
berikut: Segala sesuatu yang datang sebagai hasil dari aktivitas panca indera
untuk mengetahui, yaitu terungkapnya suatu kenyataan ke dalam jiwa sehingga
tidak ada keraguan terhadapnya, sedangkan ilmu menghendaki lebih jauh, luas,
dan dalam dari pengetahuan.
2.3 Batas Penjelajahan Ilmu
Menurut (Jujun, 2005) ilmu hanya membatasi diri pada
hal-hal yang berada dalam batas pengalaman kitayakni karena ilmu (sebaiknya)
dipakai sebagai alat pembantu manusia dalam menanggulangi masalah-masalah yang
dihadapinya sehari-hari. Ilmu diharapkan membantu kita memerangi penyakit, membangun
jembatan, membuat irigasi, membangkitkan tenaga elektrik, mendidik anak,
memeratakan pendapatan nasional dan sebagainya. Persoalan mengenai hari
kemudian tidak akan kita tanyakan kepada ilmu, melainkan kepada agama, sebab
agamalah pengetahuan yang mengkaji masalah-masalah seperti itu. Ilmu merupakan
kumpulan pengetahuan yang telah teruji kebenarannya secara empiris.
3.
AGAMA
3.1. Pengertian
agama
Agama dalam pengertiannya dapat dikelompokkan pada dua
bahagian yaitu agama menurut bahasa dan agama menurut istilah. Beberapa
persamaan arti kata“agama’’ dalam berbagai bahasa :
1. Ad din (Bahasa Arab dan Semit)
2. Religion (Inggris)
3.La religion (Perancis)
4. De religie (Belanda)
5. Die religion (Jerman)
Secara bahasa, perkataan
‘’agama’’ berasal dari bahasa Sangsekerta yang erat hubungannya dengan agama
Hindu dan Budha yang berarti ‘’tidak pergi’’tetap di tempat, diwarisi turun
temurun’’. Adapun kata din mengandung arti menguasai, menundukkan,
kepatuhan, balasan atau kebiasaan.
Din juga membawa peraturan-peraturan berupa
hukum-hukum yang harus dipatuhi baik dalam bentuk perintah yang wajib
dilaksanakan maupun berupa larangan yang harus ditinggalkan.
Menurut Abu Ahmadi agama
menurut bahasa adalah Agama berasal dari bahasa Sangsekerta yang diartikan dengan
haluan,peraturan, jalan atau kebaktian kepada Tuhan. Agama itu terdiri dari dua
perkataan yaitu berarti tidak, Gama berarti kacau balau, tidak teratur. Jadi
agama berarti tidak kacau balau yang berarti teratur.
Agama menurut istilah
adalah undang-undang atau peraturan-peraturan yang mengikat manusia dalam
hubungannya dengan Tuhannya dan hubungan manusia dengan sesama manusia dan
hubungan manusia dengan alam. Maka orang yang beragama adalah orang yang
teratur, orang yang tenteram dan orang yang damai baik dengan dirinya maupun
dengan orang lain dari segala aspek kehidupannya.
Sebuah agama biasanya
melingkupi tiga persoalan pokok, yaitu :
1. Keyakinan (credial), yaitu keyakinan
akan adanya sesuatu kekuatan supranatural yang diyakini mengatur dan mencipta
alam.
2. Peribadatan
(ritual), yaitu tingkah laku manusia dalam berhubungan dengan kekuatan
supranatural tersebut sebagai konsekuensi atau pengakuan dan ketundukannya.
3. Sistem
nilai yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya atau alam semesta yang
dikaitkan dengan keyakinanNya tersebut.
3.2. Unsur-unsur yang ada dalam sebuah agama.
1. Adanya keyakinan pada yang gaib
2. Adanya kitab suci sebagai pedoman
3. Adanya Rasul pembawanya
4. Adanya ajaran yang bisa dipatuhi
5. Adanya upacara ibadah yang standar
3.3. Klasifikasi
Agama
http://aanchoto.com/2009/10/klasifikasi-agama-dan-agama-islam/
Ditinjau dari sumbernya
agama dibagi dua, yaitu agama wahyu dan agama bukan wahyu.
1.
Agama wahyu (revealed religion)
adalah agama yang diterima oleh manusia dari Allah Sang Pencipta melalui
malaikat Jibril dan disampaikan serta disebarkan oleh Rasul-Nya kepada umat
manusia. Wahyu-wahyu dilestarikan melalui Al Kitab, suhuf (lembaran-lembaran
bertulis) atau ajaran lisan.Agama wahyu menghendaki iman kepada Tuhan Pemberi
wahyu, kepada rasul-rasul penerima wahyu dan kepada kitab-kitab kumpulan wahyu
serta pesannya disebarkan kepada seluruh umat manusia
2.
Agama bukan wahyu (agama budaya/
cultural religion atau natural religion) bersandar semata-mata kepada ajaran
seorang manusia yang dianggap memiliki pengetahuan tentang
kehidupan dalam berbagai aspeknya secara mendalam. Contohnya agama Budha yang
berpangkal pada ajaran Sidharta Gautama dan Confusianisme yang berpangkal pada
ajaran Kong Hu Cu.
Perbedaan kedua jenis agama ini dikemukakan Al
Masdoosi dalam Living Religious of the World
sebagai berikut :
Agama Wahyu
|
Agama bukan Wahyu
|
Berpokok pada konsep keesaan Tuhan
|
Tidak berpokok
pada konsep keesaan Tuhan
|
Beriman
kepada Nabi
|
Tidak beriman
kepada Nabi
|
Sumber
utama tuntunan baik dan buruk adalah kitab suci yang
diwahyukan
|
Kitab suci tidak penting
|
Lahir
di Timur Tengah
|
Lahir di luar itu
|
Ajaran agama jelas dan tegas
|
Ajaran agama kabur dan elastis
|
Memberikan arah yang jelas dan lengkap baik
aspek spritual maupun material
|
Lebih
menitik beratkan kepada aspek spritual saja, seperti pada taoisme, atau pada
aspek material saja seperti pada confusianisme.
|
Disebut juga agama samawi (agama
langit) yaitu agama Islam
|
Disebut
agama budaya (ardhi/ bumi).
|
Adapun ciri-ciri Agama Wahyu (langit), ialah :
1. Secara pasti dapat ditentukan lahirnya, dan
bukan tumbuh dari masyarakat,melainkan diturunkan kepada masyarakat.
2. Disampaikan
oleh manusia yang dipilih Allah sebagai utusan-Nya. Utusan itu bukan
menciptakan agama, melainkan menyampaikannya.
3. Memiliki
kitab suci yang bersih dari campur tangan manusia.
4. Ajarannya serba tetap, walaupun tafsirnya dapat
berubah sesuai dengan kecerdasan dan kepekaan manusia.
5. Konsep
ketuhanannya adalah : monotheisme mutlak ( tauhid)
6. Kebenarannya
adalah universal yaitu berlaku bagi setiap manusia , masa dan keadaan.
Adapun ciri-ciri agama budaya (ardhi), ialah :
1. Tumbuh
secara komulatif dalam masyarakat penganutnya.
2. Tidak disampaikan oleh utusan Tuhan ( Rasul).
3. Umumnya
tidak memiliki kitab suci, walaupun ada akan mengalami perubahan-perubahan
dalam perjalanan sejarahnya.
4. Ajarannya
dapat berubah-ubah, sesuai dengan perubahan akal pikiranmasyarakatnya (
penganutnya).
5. Konsep
ketuhanannya : dinamisme, animisme, politheisme, dan paling tinggi adalah
monotheisme nisbi.
6. Kebenaran
ajarannya tidak universal, yaitu tidak berlaku bagi setiap manusia, masa, dan
keadaan.
3.4. Manfaat Agama bagi Manusia
Adapun
manfaat agama bagi manusia adalah :
1.
Dapat mendidik jiwa manusia menjadi tenteram, sabar, tawakkal dan sebagainya.
Lebih-lebih ketika dia ditimpa kesusahan dan kesulitan.
2. Dapat memberi modal kepada manusia untuk
menjadi manusia yang berjiwa besar, kuat dan tidak mudah ditundukkan oleh
siapapun.
3. Dapat mendidik manusia berani menegakkan
kebenaran dan takut untuk melakukan kesalahan.
4. Dapat memberi sugesti kepada manusia agar
dalam jiwa mereka tumbuh sifat-sifat utama seperti rendah hati, sopan santun,
hormat-menghormati dan sebagainya. Agama melarang orang untuk tidak bersifat sombong,
dengki, riya dan sebagainya.
3.5. Cara Beragama
Dalam
Wikipedia, 2010 berdasarkan cara beragama dibagi menjadi 4 yaitu :
1.
Tradisional, yaitu cara
beragama berdasar tradisi. Cara ini mengikuti cara beragamanya nenek moyang,
leluhur atau orang-orang dari angkatan sebelumnya. Pada umumnya kuat dalam
beragama, sulit menerima hal-hal keagamaan yang baru atau pembaharuan. Apalagi
bertukar agama, bahkan tidak ada minat. Dengan demikian kurang dalam
meningkatkan ilmu amal keagamaanya.
2.
Formal, yaitu cara beragama
berdasarkan formalitas yang berlaku di lingkungannya atau masyarakatnya. Cara
ini biasanya mengikuti cara beragamanya orang yang berkedudukan tinggi atau
punya pengaruh. Pada umumnya tidak kuat dalam beragama. Mudah mengubah cara
beragamanya jika berpindah lingkungan atau masyarakat yang berbeda dengan cara
beragamnya. Mudah bertukar agama jika memasuki lingkungan atau masyarakat yang
lain agamanya. Mereka ada minat meningkatkan ilmu dan amal keagamaannya akan
tetapi hanya mengenai hal-hal yang mudah dan nampak dalam lingkungan
masyarakatnya.
3.
Rasional, yaitu cara
beragama berdasarkan penggunaan rasio sebisanya. Untuk itu mereka selalu
berusaha memahami dan menghayati ajaran agamanya dengan pengetahuan, ilmu dan
pengamalannya. Mereka bisa berasal dari orang yang beragama secara tradisional
atau formal, bahkan orang tidak beragama sekalipun.
4.
Metode Pendahulu, yaitu cara
beragama berdasarkan penggunaan akal dan hati (perasaan) dibawah wahyu. Untuk
itu mereka selalu berusaha memahami dan menghayati ajaran agamanya dengan ilmu,
pengamalan dan penyebaran (dakwah). Mereka selalu mencari ilmu dulu kepada
orang yang dianggap ahlinya dalam ilmu agama yang memegang teguh ajaran asli
yang dibawa oleh utusan dari Sesembahannya semisal Nabi atau Rasul sebelum mereka
mengamalkan, mendakwahkan dan bersabar (berpegang teguh) dengan itu semua.
4.
PERBEDAAN
ILMU DAN AGAMA
Perbedaan antara ilmu dan agama :
ILMU
|
AGAMA
|
1.
bersifat relatif dan tentatif
2.
tidak sepanjang masa
3.
bermula dari keraguan
4.
memperkuat keyakinan agama
5.
bisa diperdebatkan
|
1.
bersifat mutlak
2.
sepanjang masa
3.
bermuda dari kenyakinan
4.
diperdalam melalui ilmu
5.
tidak dapat dibantah
|
5.
Hubungan
Ilmu dan Agama
Manusia sebagai makhluk yang diciptakan dengan kemampuan lebih dari makhluk
lainnya, mengemban misi yang lebih berat dalam proses pengenalan terhadap
Tuhannya. Anugerah akal yang diberikan mesti dimanfaatkan untuk mencari dan
menggali makna dibalik penciptaan tersebut.
Proses pencarian makna dalam kehidupan manusia berawal dari hal-hal yang
bersifat praktis, yang timbul dan menyebabkan kesenjangan-kesenjangan. Dari
kesenjangan inilah berawalnya suatu penyelidikan terhadap suatu permasalahan.
Implikasi dari penyelidikan dan pencarian tersebut pada akhirnya akan mendorong
terciptanya ilmu.
Selanjutnya ilmu mengalami perkembangan semakin pesat. Masing-masing makin
menuju pada ruang lingkup bahasan tersendiri. Sehingga setiap ilmu memiliki
karakteristik dan objek yang terbatas pada bahasan tersebut.
Sejalan dengan pernyataan di atas, August Comte (1798-1857) membagi 3
tingkat perkembangan ilmu pengetahuan ke dalam tahap religius, metafisik, dan
positif. Dalam tahap pertama asas religilah yang dijadikan postulat atau dalil
ilmiah sehingga ilmu merupakan deduksi atau penjabaran dari ajaran religi
(deducto).
Dalam tahap kedua, orang mulai berspekulasi, berasumsi, atau membuat
hipotesis-hipotesis tentang metafisika (keberadaan) ujud yang menjadi objek
penelaahaan yang terbatas dari dogma religi dan mengembangkan sistem
pengetahuan berdasarkan postulat metafisika tersebut (hipotetico). Sedangkan
tahap ketiga adalah tahap pengetahuan ilmiah dimana asas-asas yang dipergunakan
diuji secara positif dalam proses verivikasi yang objektif (verivikatif).
Setiap ilmu mempunyai keterbatasan dikarenakan ilmu merupakan produk dari
daya pikir manusia. Hal-hal yang tidak dapat dijangkau oleh akal bukan bidang
kajian ilmu. Kemudian pengamatan terhadap objek yang dikaji ilmu tergantung
pada kemampuan alat indera manusia. Hal-hal yang tidak bisa diamati bukan
bidang kajian ilmu.
Walau demikian, selain agama, ilmu juga bertujuan untuk mendapatkan
kebenaran. Kebenaran yang disajikan ilmu bersifat tidak mutlak, karena
keterbatasan-keterbatasan tadi. Kebenaran
tersebut akan terus digali sampai pada titik kulminasi pencapaian manusia dalam
mengkaji dan mengembangkan ilmu.
Dalam fungsinya menggali kebenaran, ilmu dan agama akan saling membutuhkan.
Di satu sisi kebenaran dalam ilmu akan memperkuat kebenaran dalam agama, di
sisi lain kebenaran dalam agama akan menjadi acuan untuk penyelidikan dan
pengembangan suatu ilmu, sehingga diperoleh ‘bangunan ilmu’ yang berdiri kokoh.
Dalam pandangan agama Islam yang benar, tidak ada
dikotomi antara agama dan kehidupan, karena agamalah kehidupan itu ada, atau
dengan kata lain karena Tuhanlah kehidupan itu ada. Dan agama merupakan
pengejawantahan pengenalan Tuhan.
6.
INTEGRITAS
ILMU DAN AGAMA
Integrasi ilmu dan angama sungguh amat terasa urgensinya sekarang ini, ia
tidak hanya sekedar mempertegas bahwa pandangan dikotomis antara ilmu dan agama
(Islam) tidak lagi produktif. Namun juga untuk menegaskan bahwasanya Islam
sesungguhnya bisa difahami melalui berbagai perspektif, karena Islam bukan
ajaran yang tertutup dan menutup diri. Ia bisa didatangi dan dipahami oleh
siapapun melalui berbagai jalan variatif sekalipun. Karena itu perkembangan
pesat ilmu pengetahuan dan teknologi di era modern ini sangatlah bermanfaat
sebagai salah satu alat untuk memahami keluasan dan kemahabesaran Tuhan dan
ajaranNya (Islam).
Keyakinan
hanya dapat didukung dengan baik oleh pengalaman dan pikiran jernih. Pada titik
ini, kita mesti bersepakat sepenuhnya dengan kaum rasionalis ekstrim.
Bagaimanapun, titik lemah ini adalah bahwa keyakinan tersebut yang amat penting
dan menentukan perilaku dan penilaian kita–tak dapat ditemukan hanya pada
wilayah ilmu yang ketat ini. Ini disebabkan metode ilmiah tidak dapat
mengajarkan apa pun tentang bagaimana fakta-fakta berhubungan, dan saling
mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya. Penghargaan kepada pengetahuan
objektif harus diberikan kepada orang-orang dengan kemampuan tertinggi yang
mengembangkannya, dengan tidak mengecilkan pencapaian-pencapaian dan
usaha-usaha heroik dari orang-orang yang bergiat di bidang ini. Namun, sama
jelasnya adalah bahwa pengetahuan tentang apa yang sebenarnya tidaklah langsung
membukakan pintu bagi apa yang seharusnya. Seseorang dapat memperoleh
pengetahuan yang paling lengkap dan paling jelas tentang apa sebenarnya, tetapi
tidak mampu menyimpulkan darinya suatu tujuan dari aspirasi kemanusiaan kita.
Kini,
meskipun wilayah agama dan ilmu masing-masing sudah saling membatasi dengan
jelas, bagaimanapun ada hubungan dan ketergantungan timbal balik yang amat kuat
di antara keduanya. Meskipun agama adalah yang menentukan tujuan, tetapi dia
telah belajar dalam arti yang paling luas, dari ilmu, tentang cara-cara apa
yang akan menyumbang pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditetapkannya. Dan
ilmu hanya dapat diciptakan oleh mereka yang telah terilhami oleh aspirasi
terhadap kebenaran dan pemahaman. Sumber perasaan ini, tumbuh dari wilayah agama.
Termasuk juga di sini adalah kepercayaan akan kemungkinan bahwa pengaturan yang
absah bagi dunia kemaujudan ini bersifat rasional, yaitu dapat dipahami nalar.
Setiap ilmuwan memiliki kepercayaan tersebut. Keadaan ini dapat diungkapkan
dengan suatu citra ; ilmu tanpa agama adalah lumpuh, agama tanpa ilmu adalah
buta. Meskipun sudah dinyatakan di atas bahwa sesungguhnya tak boleh ada
pertentangan antara ilmu dan agama, mesti ditekankan sekali lagi peryataan itu
pada titik yang esensial, dengan mengacu kepada kandungan aktual agama-agama
dalam sejarah. Pembahasan ini berhubungan dengan konsep Tuhan.
SIMPULAN
- Ilmu adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti.
- Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.
- Ilmu merupakan hasil usaha manusia dalam upaya menyibak tabir rahasia kemaujudan Tuhan dalam batas-batas kemampuan manusia.
- Agama pada hakekatnya adalah keyakinan akan adanya Tuhan yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia
- Tidak ada dikotomi antara ilmu dan agama
- Kebenaran ilmu belum pasti, sedangkan kebenaran agama pasti, namun kebenaran ilmu memperkuat kebenaran agama
DAFTAR PUSTAKA
A. Hakim, Sudarnoto (editor). 2003. Islam dan Konstruksi
Ilmu Peradaban dan Humaniora, UIN Press.
Bakrie, Oemar. 1984. Tafsir Rahmat. Bandung : Angkasa
Offset.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1997.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka
Ma’arif, Ahmad Syafi’i. 1997. Hubungan ilmu, agama, dan kebudayaan.
Makalah disajikan dalam Internship Dosen-dosen Filsafat Ilmu se-Indonesia.
Fakultas Filsafat Universitas Gajah Mada & Dirjen Dikti RI. Yogyakarta. 21
september- 5 Oktober, 1997.
Nasoetion, A. Hakim. 1992. Pengantar ke Filsafat sains. Jakarta :
Pustaka Litera AntarNusa.
Notoatmodjo,
Soekidjo. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Cet. ke-2, Januari. Jakarta :
Rineka Cipta.
http://lhyling.multiply.com/journal/item/16/AGAMA_DAN_ILMU
http://albi4ever.blogspot.com/2007/07/integrasi-ilmu-dan-agama.html
Sholeh, A. Khudori. 2003. Wacana Baru Filsafat Islam,
Jakarta : Rineka Cipta
Suryasumantri, Jujun. 2005. Filsafat Ilmu, Sebuah
Pengantar Populer. Jakarta :
Pustaka Sinar Harapan
0 komentar:
Posting Komentar