Jumat, 04 November 2011

ilmu dan Agama


ILMU DAN AGAMA

1.         PENDAHULUAN
Perkembangan selama ini menunjukkan bahwa sains didominasi oleh aliran positivisme, sebuah aliran yang sangat menuhankan metode ilmiah dengan menempatkan asumsi-asumsi metafisis, aksiologis dan epistemologis. Menurut aliran ini, sains mempunyai reputasi tinggi untuk menentukan kebenaran, sains merupakan ”dewa” dalam beragam tindakan (sosial, ekonomi, politik, dan lain-lain). Agama hanyalah merupakan hiasan belaka ketika tidak sesuai dengan sains, begitu kira-kira kata penganut aliran positivisme.
Menurut sains, kebenaran adalah sesuatu yang empiris, logis, konsisten, dan dapat diverifikasi. Sains menempatkan kebenaran pada sesuatu yang bisa terjangkau oleh indra. Sedangkan agama menempatkan kebenaran tidak hanya meliputi hal-hal yang terjangkau oleh indra tetapi juga yang bersifat non indrawi. Sesuatu yang datangnya dari Tuhan harus diterima dengan keyakinan, kebenaran di sini akan menjadi rujukan bagi kebenaran-kebenaran yang lain. Sains dan agama berbeda, karena mungkin mereka berbeda paradigma
2.         ILMU
2.1.      Pengertian ilmu
Menurut Bachtiar,2009 (dalam Anisah)  Adapun beberapa definisi ilmu menurut para ahli, di antaranya adalah :
Mohammad Hatta mendefinisikan bahwa ilmu ádalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya, maupun menurut kedudukannya tampak dari luar, maupun menurut bangunannya dari dalam.
Ralph Ross dan Ernest Vanden Haag mengatakan bahwa ilmu ádalah yang empiris, rasional, umum dan sistematik, dan keempatnya serentak.
Karl Pearson mengatakan bahwa ilmu ádalah lukisan atau keterangan yang komprehensif dan konsisten tentang fakta pengalaman dengan istilah yang sederhana.
Ashley Montagu, menyimpulkan bahwa ilmu adalah pengetahuan yang disusun dalam suatu sistem yang berasal dari pengamatan, studi dan percobaan untuk menentukan hakikat prinsip tentang hal yang dikaji.
Harsojo menerangkan bahwa ilmu adalah : 1. Merupakan akumulasi pengetahuan yang disistemasikan, 2 Suatu pendekatan terhadap seluruh dunia empiris yaitu suatu dunia yang terikat oleh faktor ruang dan waktu, dunia yang pada prinsipnya dapat diamati oleh panca indra manusia. 3. Suatu cara menganalisis yang mengizinkan kepada ahli-ahlinya untuk menyatakan suatu proposisi dalam bentuk : Jika.....maka.....
Afanasyef seorang pemikir marxist bangsa Rusia mendefinisikan ilmu adalah pengetahuan manusia tentang alam, masyarakat dan pikiran. Ia mencerminkan alam dan konsep-konsep, kategori dan hukum-hukum yang ketetapannya dan kebenarannya diuji dengan pengalaman praktis.
T. Jacob mengatakan bahwa ilmu merupakan suatu sistem eksplanasi yang paling dapat diandalkan dibandingkan dengan sistem lainnya dalam memahami masa lampau, sekarang , serta mengubah masa depan.
Dari keterangan para ahli tentang ilmu di atas, dapat disimpulkan bahwa ilmu adalah sebagian pengetahuan yang mempunyai ciri, tanda, syarat tertentu, yaitu sistematik, rasional, empiris, universal, objektif, dapat diukur, terbuka dan kumulatif.

2.2. Sifat-sifat ilmu
Dari definisi yang diungkapkan Mohammad Hatta dan Harjono di atas, kita dapat melihat bahwa sifat-sifat ilmu merupakan kumpulan pengetahuan mengenai suatu bidang tertentu yang dapat :
a.       Berdiri secara satu kesatuan,
b.      Tersusun secara sistematis,
c.       Ada dasar pembenarannya (ada penjelasan yang dapat dipertanggung jawabkan disertai sebab-sebabnya yang meliputi fakta dan data),
d.      Mendapat legalitas bahwa ilmu tersebut hasil pengkajian atau riset.
e.       Communicable, ilmu dapat ditransfer kepada orang lain sehingga dapat dimengerti dan dipahami maknanya.
f.       Universal, ilmu tidak terbatas ruang dan waktu sehingga dapat berlaku di mana saja dan kapan saja di seluruh alam semesta ini.
g.      Berkembang, ilmu sebaiknya mampu mendorong pengetahuan-pengatahuan dan penemuan-penemuan baru. Sehingga, manusia mampu menciptakan pemikiran-pemikiran yang lebih berkembang dari sebelumnya.
Dari penjelasan di atas, kita dapat melihat bahwa tidak semua pengetahuan dikategorikan ilmu. Sebab, definisi pengetahuan itu sendiri sebagai berikut: Segala sesuatu yang datang sebagai hasil dari aktivitas panca indera untuk mengetahui, yaitu terungkapnya suatu kenyataan ke dalam jiwa sehingga tidak ada keraguan terhadapnya, sedangkan ilmu menghendaki lebih jauh, luas, dan dalam dari pengetahuan.

2.3 Batas Penjelajahan Ilmu
Menurut (Jujun, 2005) ilmu hanya membatasi diri pada hal-hal yang berada dalam batas pengalaman kitayakni karena ilmu (sebaiknya) dipakai sebagai alat pembantu manusia dalam menanggulangi masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari. Ilmu diharapkan membantu kita memerangi penyakit, membangun jembatan, membuat irigasi, membangkitkan tenaga elektrik, mendidik anak, memeratakan pendapatan nasional dan sebagainya. Persoalan mengenai hari kemudian tidak akan kita tanyakan kepada ilmu, melainkan kepada agama, sebab agamalah pengetahuan yang mengkaji masalah-masalah seperti itu. Ilmu merupakan kumpulan pengetahuan yang telah teruji kebenarannya secara empiris.






3.         AGAMA
3.1. Pengertian agama
Agama dalam pengertiannya dapat dikelompokkan pada dua bahagian yaitu agama menurut bahasa dan agama menurut istilah. Beberapa persamaan arti kata“agama’’ dalam berbagai bahasa :
1. Ad din (Bahasa Arab dan Semit)
2. Religion (Inggris)
 3.La religion (Perancis)
4. De religie (Belanda)
5. Die religion (Jerman)
Secara bahasa, perkataan ‘’agama’’ berasal dari bahasa Sangsekerta yang erat hubungannya dengan agama Hindu dan Budha yang berarti ‘’tidak pergi’’tetap di tempat, diwarisi turun temurun’’. Adapun kata din mengandung arti menguasai, menundukkan, kepatuhan, balasan atau kebiasaan.
Din juga membawa peraturan-peraturan berupa hukum-hukum yang harus dipatuhi baik dalam bentuk perintah yang wajib dilaksanakan maupun berupa larangan yang harus ditinggalkan.
Menurut Abu Ahmadi agama menurut bahasa adalah Agama berasal dari bahasa Sangsekerta yang diartikan dengan haluan,peraturan, jalan atau kebaktian kepada Tuhan. Agama itu terdiri dari dua perkataan yaitu berarti tidak, Gama berarti kacau balau, tidak teratur. Jadi agama berarti tidak kacau balau yang berarti teratur.
Agama menurut istilah adalah undang-undang atau peraturan-peraturan yang mengikat manusia dalam hubungannya dengan Tuhannya dan hubungan manusia dengan sesama manusia dan hubungan manusia dengan alam. Maka orang yang beragama adalah orang yang teratur, orang yang tenteram dan orang yang damai baik dengan dirinya maupun dengan orang lain dari segala aspek kehidupannya.
Sebuah agama biasanya melingkupi tiga persoalan pokok, yaitu :
1. Keyakinan (credial), yaitu keyakinan akan adanya sesuatu kekuatan supranatural yang diyakini mengatur dan mencipta alam.
2.    Peribadatan (ritual), yaitu tingkah laku manusia dalam berhubungan dengan kekuatan supranatural tersebut sebagai konsekuensi atau pengakuan dan ketundukannya.
3.    Sistem nilai yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya atau alam semesta yang dikaitkan dengan keyakinanNya tersebut.

3.2. Unsur-unsur yang ada dalam sebuah agama.
1. Adanya keyakinan pada yang gaib
2. Adanya kitab suci sebagai pedoman
3. Adanya Rasul pembawanya
4. Adanya ajaran yang bisa dipatuhi
5. Adanya upacara ibadah yang standar

3.3. Klasifikasi Agama
http://aanchoto.com/2009/10/klasifikasi-agama-dan-agama-islam/
Ditinjau dari sumbernya agama dibagi dua, yaitu agama wahyu dan agama bukan wahyu.
1.      Agama wahyu (revealed religion) adalah agama yang diterima oleh manusia dari Allah Sang Pencipta melalui malaikat Jibril dan disampaikan serta disebarkan oleh Rasul-Nya kepada umat manusia. Wahyu-wahyu dilestarikan melalui Al Kitab, suhuf (lembaran-lembaran bertulis) atau ajaran lisan.Agama wahyu menghendaki iman kepada Tuhan Pemberi wahyu, kepada rasul-rasul penerima wahyu dan kepada kitab-kitab kumpulan wahyu serta pesannya disebarkan kepada seluruh umat manusia
2.      Agama bukan wahyu (agama budaya/ cultural religion atau natural religion) bersandar semata-mata kepada ajaran seorang manusia yang dianggap memiliki pengetahuan tentang kehidupan dalam berbagai aspeknya secara mendalam. Contohnya agama Budha yang berpangkal pada ajaran Sidharta Gautama dan Confusianisme yang berpangkal pada ajaran Kong Hu Cu.
Perbedaan kedua jenis agama ini dikemukakan Al Masdoosi dalam Living Religious of the World sebagai berikut :
Agama Wahyu
Agama bukan Wahyu
Berpokok pada konsep keesaan Tuhan
Tidak berpokok pada konsep keesaan Tuhan
Beriman kepada Nabi
Tidak beriman kepada Nabi
Sumber utama tuntunan baik dan buruk adalah kitab suci yang diwahyukan
Kitab suci tidak penting
Lahir di Timur Tengah
Lahir di luar itu
Ajaran agama jelas dan tegas
Ajaran agama kabur dan elastis
Memberikan arah yang jelas dan lengkap baik aspek spritual maupun material
Lebih menitik beratkan kepada aspek spritual saja, seperti pada taoisme, atau pada aspek material saja seperti pada confusianisme.
Disebut juga agama samawi (agama langit) yaitu agama Islam
Disebut agama budaya (ardhi/ bumi).

Adapun ciri-ciri Agama Wahyu (langit), ialah :
1. Secara pasti dapat ditentukan lahirnya, dan bukan tumbuh dari masyarakat,melainkan diturunkan kepada masyarakat.
2.    Disampaikan oleh manusia yang dipilih Allah sebagai utusan-Nya. Utusan itu bukan menciptakan agama, melainkan menyampaikannya.
3.    Memiliki kitab suci yang bersih dari campur tangan manusia.
4. Ajarannya serba tetap, walaupun tafsirnya dapat berubah sesuai dengan kecerdasan dan kepekaan manusia.
5.    Konsep ketuhanannya adalah : monotheisme mutlak ( tauhid)
6.    Kebenarannya adalah universal yaitu berlaku bagi setiap manusia , masa dan keadaan.
Adapun ciri-ciri agama budaya (ardhi), ialah :
1.    Tumbuh secara komulatif dalam masyarakat penganutnya.
2.    Tidak disampaikan oleh utusan Tuhan ( Rasul).
3.    Umumnya tidak memiliki kitab suci, walaupun ada akan mengalami perubahan-perubahan dalam perjalanan sejarahnya.
4.    Ajarannya dapat berubah-ubah, sesuai dengan perubahan akal pikiranmasyarakatnya ( penganutnya).
5.    Konsep ketuhanannya : dinamisme, animisme, politheisme, dan paling tinggi adalah monotheisme nisbi.
6.    Kebenaran ajarannya tidak universal, yaitu tidak berlaku bagi setiap manusia, masa, dan keadaan.

3.4. Manfaat Agama bagi Manusia
            Adapun manfaat agama bagi manusia adalah :
1. Dapat mendidik jiwa manusia menjadi tenteram, sabar, tawakkal dan sebagainya. Lebih-lebih ketika dia ditimpa kesusahan dan kesulitan.
2.    Dapat memberi modal kepada manusia untuk menjadi manusia yang berjiwa besar, kuat dan tidak mudah ditundukkan oleh siapapun.
3.    Dapat mendidik manusia berani menegakkan kebenaran dan takut untuk melakukan kesalahan.
4.    Dapat memberi sugesti kepada manusia agar dalam jiwa mereka tumbuh sifat-sifat utama seperti rendah hati, sopan santun, hormat-menghormati dan sebagainya. Agama melarang orang untuk tidak bersifat sombong, dengki, riya dan sebagainya.

3.5. Cara Beragama

Dalam Wikipedia, 2010 berdasarkan cara beragama dibagi menjadi 4 yaitu :
1.        Tradisional, yaitu cara beragama berdasar tradisi. Cara ini mengikuti cara beragamanya nenek moyang, leluhur atau orang-orang dari angkatan sebelumnya. Pada umumnya kuat dalam beragama, sulit menerima hal-hal keagamaan yang baru atau pembaharuan. Apalagi bertukar agama, bahkan tidak ada minat. Dengan demikian kurang dalam meningkatkan ilmu amal keagamaanya.
2.        Formal, yaitu cara beragama berdasarkan formalitas yang berlaku di lingkungannya atau masyarakatnya. Cara ini biasanya mengikuti cara beragamanya orang yang berkedudukan tinggi atau punya pengaruh. Pada umumnya tidak kuat dalam beragama. Mudah mengubah cara beragamanya jika berpindah lingkungan atau masyarakat yang berbeda dengan cara beragamnya. Mudah bertukar agama jika memasuki lingkungan atau masyarakat yang lain agamanya. Mereka ada minat meningkatkan ilmu dan amal keagamaannya akan tetapi hanya mengenai hal-hal yang mudah dan nampak dalam lingkungan masyarakatnya.
3.        Rasional, yaitu cara beragama berdasarkan penggunaan rasio sebisanya. Untuk itu mereka selalu berusaha memahami dan menghayati ajaran agamanya dengan pengetahuan, ilmu dan pengamalannya. Mereka bisa berasal dari orang yang beragama secara tradisional atau formal, bahkan orang tidak beragama sekalipun.
4.        Metode Pendahulu, yaitu cara beragama berdasarkan penggunaan akal dan hati (perasaan) dibawah wahyu. Untuk itu mereka selalu berusaha memahami dan menghayati ajaran agamanya dengan ilmu, pengamalan dan penyebaran (dakwah). Mereka selalu mencari ilmu dulu kepada orang yang dianggap ahlinya dalam ilmu agama yang memegang teguh ajaran asli yang dibawa oleh utusan dari Sesembahannya semisal Nabi atau Rasul sebelum mereka mengamalkan, mendakwahkan dan bersabar (berpegang teguh) dengan itu semua.
4.         PERBEDAAN ILMU DAN AGAMA
Perbedaan antara ilmu dan agama :
ILMU
AGAMA
1.                      bersifat relatif dan tentatif
2.                      tidak sepanjang masa
3.                      bermula dari keraguan
4.                      memperkuat keyakinan agama
5.                      bisa diperdebatkan
1.             bersifat mutlak
2.             sepanjang masa
3.             bermuda dari kenyakinan
4.             diperdalam melalui ilmu
5.             tidak dapat dibantah

5.         Hubungan Ilmu dan Agama
Manusia sebagai makhluk yang diciptakan dengan kemampuan lebih dari makhluk lainnya, mengemban misi yang lebih berat dalam proses pengenalan terhadap Tuhannya. Anugerah akal yang diberikan mesti dimanfaatkan untuk mencari dan menggali makna dibalik penciptaan tersebut.
Proses pencarian makna dalam kehidupan manusia berawal dari hal-hal yang bersifat praktis, yang timbul dan menyebabkan kesenjangan-kesenjangan. Dari kesenjangan inilah berawalnya suatu penyelidikan terhadap suatu permasalahan. Implikasi dari penyelidikan dan pencarian tersebut pada akhirnya akan mendorong terciptanya ilmu.
Selanjutnya ilmu mengalami perkembangan semakin pesat. Masing-masing makin menuju pada ruang lingkup bahasan tersendiri. Sehingga setiap ilmu memiliki karakteristik dan objek yang terbatas pada bahasan tersebut.
Sejalan dengan pernyataan di atas, August Comte (1798-1857) membagi 3 tingkat perkembangan ilmu pengetahuan ke dalam tahap religius, metafisik, dan positif. Dalam tahap pertama asas religilah yang dijadikan postulat atau dalil ilmiah sehingga ilmu merupakan deduksi atau penjabaran dari ajaran religi (deducto).
Dalam tahap kedua, orang mulai berspekulasi, berasumsi, atau membuat hipotesis-hipotesis tentang metafisika (keberadaan) ujud yang menjadi objek penelaahaan yang terbatas dari dogma religi dan mengembangkan sistem pengetahuan berdasarkan postulat metafisika tersebut (hipotetico). Sedangkan tahap ketiga adalah tahap pengetahuan ilmiah dimana asas-asas yang dipergunakan diuji secara positif dalam proses verivikasi yang objektif (verivikatif).
Setiap ilmu mempunyai keterbatasan dikarenakan ilmu merupakan produk dari daya pikir manusia. Hal-hal yang tidak dapat dijangkau oleh akal bukan bidang kajian ilmu. Kemudian pengamatan terhadap objek yang dikaji ilmu tergantung pada kemampuan alat indera manusia. Hal-hal yang tidak bisa diamati bukan bidang kajian ilmu.
Walau demikian, selain agama, ilmu juga bertujuan untuk mendapatkan kebenaran. Kebenaran yang disajikan ilmu bersifat tidak mutlak, karena keterbatasan-keterbatasan tadi. Kebenaran tersebut akan terus digali sampai pada titik kulminasi pencapaian manusia dalam mengkaji dan mengembangkan ilmu.
Dalam fungsinya menggali kebenaran, ilmu dan agama akan saling membutuhkan. Di satu sisi kebenaran dalam ilmu akan memperkuat kebenaran dalam agama, di sisi lain kebenaran dalam agama akan menjadi acuan untuk penyelidikan dan pengembangan suatu ilmu, sehingga diperoleh ‘bangunan ilmu’ yang berdiri kokoh.
Dalam pandangan agama Islam yang benar, tidak ada dikotomi antara agama dan kehidupan, karena agamalah kehidupan itu ada, atau dengan kata lain karena Tuhanlah kehidupan itu ada. Dan agama merupakan pengejawantahan pengenalan Tuhan.

6.         INTEGRITAS ILMU DAN AGAMA
Integrasi ilmu dan angama sungguh amat terasa urgensinya sekarang ini, ia tidak hanya sekedar mempertegas bahwa pandangan dikotomis antara ilmu dan agama (Islam) tidak lagi produktif. Namun juga untuk menegaskan bahwasanya Islam sesungguhnya bisa difahami melalui berbagai perspektif, karena Islam bukan ajaran yang tertutup dan menutup diri. Ia bisa didatangi dan dipahami oleh siapapun melalui berbagai jalan variatif sekalipun. Karena itu perkembangan pesat ilmu pengetahuan dan teknologi di era modern ini sangatlah bermanfaat sebagai salah satu alat untuk memahami keluasan dan kemahabesaran Tuhan dan ajaranNya (Islam).
Keyakinan hanya dapat didukung dengan baik oleh pengalaman dan pikiran jernih. Pada titik ini, kita mesti bersepakat sepenuhnya dengan kaum rasionalis ekstrim. Bagaimanapun, titik lemah ini adalah bahwa keyakinan tersebut yang amat penting dan menentukan perilaku dan penilaian kita–tak dapat ditemukan hanya pada wilayah ilmu yang ketat ini. Ini disebabkan metode ilmiah tidak dapat mengajarkan apa pun tentang bagaimana fakta-fakta berhubungan, dan saling mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya. Penghargaan kepada pengetahuan objektif harus diberikan kepada orang-orang dengan kemampuan tertinggi yang mengembangkannya, dengan tidak mengecilkan pencapaian-pencapaian dan usaha-usaha heroik dari orang-orang yang bergiat di bidang ini. Namun, sama jelasnya adalah bahwa pengetahuan tentang apa yang sebenarnya tidaklah langsung membukakan pintu bagi apa yang seharusnya. Seseorang dapat memperoleh pengetahuan yang paling lengkap dan paling jelas tentang apa sebenarnya, tetapi tidak mampu menyimpulkan darinya suatu tujuan dari aspirasi kemanusiaan kita.
Kini, meskipun wilayah agama dan ilmu masing-masing sudah saling membatasi dengan jelas, bagaimanapun ada hubungan dan ketergantungan timbal balik yang amat kuat di antara keduanya. Meskipun agama adalah yang menentukan tujuan, tetapi dia telah belajar dalam arti yang paling luas, dari ilmu, tentang cara-cara apa yang akan menyumbang pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditetapkannya. Dan ilmu hanya dapat diciptakan oleh mereka yang telah terilhami oleh aspirasi terhadap kebenaran dan pemahaman. Sumber perasaan ini, tumbuh dari wilayah agama. Termasuk juga di sini adalah kepercayaan akan kemungkinan bahwa pengaturan yang absah bagi dunia kemaujudan ini bersifat rasional, yaitu dapat dipahami nalar. Setiap ilmuwan memiliki kepercayaan tersebut. Keadaan ini dapat diungkapkan dengan suatu citra ; ilmu tanpa agama adalah lumpuh, agama tanpa ilmu adalah buta. Meskipun sudah dinyatakan di atas bahwa sesungguhnya tak boleh ada pertentangan antara ilmu dan agama, mesti ditekankan sekali lagi peryataan itu pada titik yang esensial, dengan mengacu kepada kandungan aktual agama-agama dalam sejarah. Pembahasan ini berhubungan dengan konsep Tuhan.
 SIMPULAN
  1. Ilmu adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti.
  2. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.
  3. Ilmu merupakan hasil usaha manusia dalam upaya menyibak tabir rahasia kemaujudan Tuhan dalam batas-batas kemampuan manusia.
  4. Agama pada hakekatnya adalah keyakinan akan adanya Tuhan yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia
  5. Tidak ada dikotomi antara ilmu dan agama
  6. Kebenaran ilmu belum pasti, sedangkan kebenaran agama pasti, namun kebenaran ilmu memperkuat kebenaran agama


DAFTAR PUSTAKA
A. Hakim, Sudarnoto (editor). 2003. Islam dan Konstruksi Ilmu Peradaban dan Humaniora, UIN Press.
Bakrie, Oemar. 1984. Tafsir Rahmat. Bandung : Angkasa Offset.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka
Ma’arif, Ahmad Syafi’i. 1997. Hubungan ilmu, agama, dan kebudayaan. Makalah disajikan dalam Internship Dosen-dosen Filsafat Ilmu se-Indonesia. Fakultas Filsafat Universitas Gajah Mada & Dirjen Dikti RI. Yogyakarta. 21 september- 5 Oktober, 1997.
Nasoetion, A. Hakim. 1992. Pengantar ke Filsafat sains. Jakarta : Pustaka Litera AntarNusa.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Cet. ke-2, Januari. Jakarta : Rineka Cipta.
http://lhyling.multiply.com/journal/item/16/AGAMA_DAN_ILMU
http://albi4ever.blogspot.com/2007/07/integrasi-ilmu-dan-agama.html
Sholeh, A. Khudori. 2003. Wacana Baru Filsafat Islam, Jakarta : Rineka Cipta
Suryasumantri, Jujun. 2005. Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by FEBRINA BIDASARI