Jumat, 04 November 2011

epistemologi


EPISTEMOLOGI

1.        PENGERTIAN EPISTEMOLOGI
Istilah epistemologi didalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah “Theory of knowledge”. Epistemologi berasal dari kata “episteme” dan “logos”. Episteme berarti pengetahuan dan logos berarti teori. Ada beberapa pengertian epistemologi yang diungkapkan para ahli yang dapat dijadikan pijakan untuk memahami apa sebenarnya epistemologi itu.
Epistemologi juga disebut teori pengetahuan (theory of knowledge). Istilah epistemologi berasal dari kata Yunani episteme berarti pengetahuan, dan logos berarti teori.
Menurut Musa Asy’arie, epistemologi adalah cabang filsafat yang membicarakan mengenai hakikat ilmu, dan ilmu sebagai proses adalah usaha yang sistematik dan metodik untuk menemukan prinsip kebenaran yang terdapat pada suatu obyek kajian ilmu.
Menurut Dagobert D.Runes epistemologi adalah cabang filsafat yang membahas sumber, struktur, metode-metode dan validitas pengetahuan. Sementara itu, Azyumardi Azra menambahkan, bahwa epistemologi sebagai “ilmu yang membahas tentang keaslian, pengertian, struktur, metode dan validitas ilmu pengetahuan”.
Jadi, Epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode dan sahnya (validitasnya) pengetahuan.

2. OBJEK DAN TUJUAN ESTIMOLOGI
            Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, tidak jarang pemahaman objek disamakan dengan tujuan, sehingga pengertiannya menjadi rancu bahkan kabur. Jika diamati secara cermat, sebenarnya objek tidak sama dengan tujuan. Objek sama dengan sasaran, sedang tujuan hampir sama dengan harapan. Meskipun berbeda, tetapi objek dan tujuan memiliki hubungan yang berkesinambungan, sebab objeklah yang mengantarkan tercapainya tujuan
Objek epistemologi ini menurut Jujun S.Suriasumatri berupa “segenap proses yang terlibat dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan.” Proses untuk memperoleh pengetahuan inilah yang menjadi sasaran teori pengetahuan dan sekaligus berfungsi mengantarkan tercapainya tujuan, sebab sasaran itu merupakan suatu tahap pengantara yang harus dilalui dalam mewujudkan tujuan. Tanpa suatu sasaran, mustahil tujuan bisa terealisir, sebaliknya tanpa suatu tujuan, maka sasaran menjadi tidak terarah sama sekali.
Jacques Martain mengatakan: “Tujuan epistemologi bukanlah hal yang utama untuk menjawab pertanyaan, apakah saya dapat tahu, tetapi untuk menemukan syarat-syarat yang memungkinkan saya dapat tahu”. Hal ini menunjukkan, bahwa epistemologi bukan untuk memperoleh pengetahuan kendatipun keadaan ini tak bisa dihindari, akan tetapi yang menjadi pusat perhatian dari tujuan epistemologi adalah lebih penting dari itu, yaitu ingin memiliki potensi untuk memperoleh pengetahuan.

3. LANDASAN EPISTEMOLOGI
Landasan epistemologi ilmu disebut metode ilmiah; yaitu cara yang dilakukan ilmu dalam menyusun pengetahuan yang benar. Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi, ilmu pengetahuan merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan disebut ilmiah, sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu pengetahuan bisa disebut ilmu yang tercantum dalam metode ilmiah. Dengan demikian, metode ilmiah merupakan penentu layak tidaknya pengetahuan menjadi ilmu, sehingga memiliki fungsi yang sangat penting dalam bangunan ilmu pengetahuan. Metode ilmiah telah dijadikan pedoman dalam menyusun, membangun dan mengembangkan pengetahuan ilmu.
Menurut Burhanudin Salam Metode ilmiah dapat dideskripsikan dalam langkah-langkah sebagai berikut :
(1)     Penemuan atau Penentuan masalah. Di sini secara sadar kita menetapkan masalah yang akan kita telaah denga ruang lingkup dan batas-batasanya. Ruang lingkup permasalahan ini harus jelas. Demikian juga batasan-batasannya, sebab tanpa kejelasan ini kita akan mengalami kesukaran dalam melangkah kepada kegiatan berikutnya, yakni perumusan kerangka masalah;
(2)     Perumusan Kerangka Masalah merupakan usaha untuk mendeskrisipakn masalah dengan lebih jelas. Pada langkah ini kita mengidentifikasikan faktor-faktor yang terlibat dalam masalah tersebut. Faktor-faktor tersebut membentuk suatu masalah yang berwujud gejala yang sedang kita telaah.
(3)     Pengajuan hipotesis merupakan usaha kita untuk memberikan penjelasan sementara menge-nai hubungan sebab-akibat yang mengikat faktor-faktor yang membentuk kerangka masalah tersebut di atas. Hipotesis ini pada hakekatnya merupakan hasil suatu penalaran induktif deduktif dengan mempergunakan pengetahuan yang sudah kita ketahui kebenarannya.
(4)     Hipotesis dari Deduksi merupakan merupakan langkah perantara dalam usaha kita untuk menguji hipotesis yang diajukan. Secara deduktif kita menjabarkan konsekuensinya secara empiris. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa deduksi hipotesis merupakan identifikasi fakta-fakta apa saja yang dapat kita lihat dalam dunia fisik yang nyata, dalam hubungannya dengan hipotesis yang kita ajukan.
(5)     Pembuktian hipotesis merupakan usaha untuk megunpulkan fakta-fakta sebagaimana telah disebutkan di atas. Kalau fakta-fakta tersebut memag ada dalam dunia empiris kita, maka dinyatakan bahwa hipotesis itu telah terbukti, sebab didukung oleh fakta-fakta yang nyata. Dalam hal hipotesis itu tidak terbukti, maka hipotesis itu ditolak kebenarannya dan kita kembali mengajukan hipotesis yang lain, sampai kita menemukan hipotesis tertentu yang didukung oleh fakta.
(6)     Penerimaan Hipotesis menjadi teori Ilmiah hipotesis yang telah terbukti kebenarannya dianggap merupakan pengetahuan baru dan diterima sebagai bagain dari ilmu. Atau dengan kata lain hipotesis tersebut sekarang dapat kita anggap sebagai (bagian dari) suatu teori ilmiah dapat diartikan sebagai suatu penjelasan teoritis megnenai suatu gejala tertentu. Pengetahuan ini dapat kita gunakan untuk penelaahan selanjutnya, yakni sebagai premis dalam usaha kita untuk menjelaskan berbagai gejala yang lainnya. Dengan demikian maka proses kegiatan ilmiah mulai berputar lagi dalam suatu daur sebagaimana yang telah ditempuh dalam rangka mendapakan teori ilmiah tersebut.



3.1. Beberapa Jenis Metode Ilmiah
Menurut Burhanudin Salam beberapa jenis metode ilmiah yaitu :
1.    Observasi
Beberapa ilmu seperti astronomi dan botani telah dikembangkan secara cermat dengan metode observasi. Didalam metode observasi melingkupi pengamatan indrawi seperti : melihat, mendengar, menyentuh, meraba.
2.    Trial and Error
       Teknik yang diperoleh karena mengulang-ulang pekerjaan baik metode, teknik, materi, parameter-parameter sampai akhirnya menemukan sesuatu, memerlukan waktu yang lama dan biaya yang tinggi.
3.    Metode eksperimen
       Kegiatan ekperimen adalah berdasarkan pada prinsip metode penemuan sebab akibat dan pengajuan hipotesis. Peranan metode ini adalah hanya untuk membedakan satu faktor atau kondisi pada suatu waktu, sedangkan faktor-faktor lainnya diusahakan tidak berubah atau tetap.
4.    Metode Statistik
       Istilah statistik berarti pengetahuan tentang mengumpulkan, menganalisis dan menggolongkan data sebagai dasar induksi. Metode statistik telah ada sejak lama, yaitu untuk membantu pemimpin dan penguasa mengumpulkan data tentang penduduk, kematian, kesehatan dan perpajakan. Metode statistik ini telah berkembang dan lebih menarik minat lagi, sehingga metode statistik dipakai dalam kehidupan sehari-hari misalnya perdagangan, peredaran uang dan lain sebagainya. Statistik memungkinkan kita untuk menjelaskan sebab dan akibat dan pengaruhnya, melukiskan tipe-tipe dari fenomena-fenomena dan kita dapat membuat perbandingan-perbandingan dengan mempergunakan tabel-tabel dan grafik. Statistik juga dapat meramalkan kejadian-kejadian yang akan datang dengan tingkat ketepatan yang tinggi.
5.    Metode Sampling
       Terjadinya sampling, yaitu apabila kita mengambil beberapa anggota atau bilangan tertentu dari suatu kelas atau kelompok sebagai wakil dari keseluruhan kelompok tersebut dapat mewakli secara keseluruhan atau tidak. Seandainya bahan yang akan kita uji itu menunjukkan kesamaan jenisnya melalui sebuah sampel dapatlah diperoleh hasil dengan ketepatan yang tinggi.
6.    Metode Berpikir Reflective
       Metode reflective thinking pada umumnya melalui enam tahap, yaitu :
       a. Adanya kesadaran kepada sesuatu masalah
       b. Data yang diperoleh dan relevan yang harus dikumpulkan
       c. Data yang terorganisasi
       d. Formulasi Hipotesis
       e. Deduksi Hipotesis
       f. Deduksi harus berasal dari hipotesis
       g. Pembuktian kebenaran verifikasi

3.2. Teori-Teori Kebenaran
Menurut Endang Saifuddin Anshari (dalam H. Mumuh M. Zakaria, 2008) Teori kebenaran dapat ditentukan dengan :
1.        Teori Koherensi/Konsistensi (The Consistence/Coherence Theory of Truth) :
a.         Kebenaran ialah kesesuaian antara suatu pernyataan dengan pernyataan-pernyataan lainnya yang sudah lebih lebih dahulu diketahui, diterima dan diakui sebagai benar.
b.         Suatu putusan dianggap benar apabila mendapat penyaksian (pembenaran) oleh putusan-putusan lainnya yang terdahulu yang sudah diketahui,diterima dan diakui benarnya.
Contoh: “Semua manusia akan mati. Si Polan adalah seorang manusia.Si Polan pasti akan mati.” “Sukarno adalah ayahanda Megawati. Sukarno mempunyai puteri. Megawati adalah puteri Sukarno”.
Teori ini dianut oleh mazhab idealisme. Penggagas teori ini adalah Plato (427-347 S.M.) dan Aristoteles (384-322 S.M.), selanjutnya dikembangkan oleh Hegel dan F.H. Bradley (1864-1924).
2.        Teori Korespondensi (The Correspondence Theory of Thruth):
Kebenaran adalah kesesuaian antara pernya-taan tentang sesuatu dengan kenyataan sesu-atu itu sendiri.
Contoh: “Ibu kota Republik Indonesia adalah Jakarta”.
Teori ini digagas oleh Aristoteles (384-322 S.M.), selanjutnya dikembangkan oleh Bertrand Russel (1872-1970). Penganut teori ini adalah mazhab realisme dan materialisme.
3.    Teori Pragmatis (The Pragmatic Theory of Truth):
“Kebenaran suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis”; dengan kata lain, “suatu pernyataan adalah benar jika pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan manusia”. Kata kunci teori ini adalah: kegunaan (utility), dapat dikerjakan (workability), akibat atau pengaruhnya yang memuaskan (satisfactory consequencies).
Pencetus teori ini adalah Charles S. Pierce (1839-1914) dan William James.
Kritik: betapa kabur dan samarnya pengertian berguna (usefull) itu.

4.       RUANG LINGKUP EPISTEMOLOGI
M. Arifin merinci ruang lingkup epistemologi, meliputi hakekat, sumber dan validitas pengetahuan. Mudlor Achmad merinci menjadi enam aspek, yaitu hakikat, unsur, macam, tumpuan, batas, dan sasaran pengetahuan. Bahkan, A.M Saefuddin menyebutkan, bahwa epistemologi mencakup pertanyaan yang harus dijawab, apakah ilmu itu, dari mana asalnya, apa sumbernya, apa hakikatnya, bagaimana membangun ilmu yang tepat dan benar, apa kebenaran itu, mungkinkah kita mencapai ilmu yang benar, apa yang dapat kita ketahui, dan sampai dimanakah batasannya. Semua pertanyaan itu dapat diringkat menjadi dua masalah pokok ; masalah sumber ilmu dan masalah benarnya ilmu.
Mengingat epistemologi mencakup aspek yang begitu luas, sampai Gallagher secara ekstrem menarik kesimpulan, bahwa epistemologi sama luasnya dengan filsafat. Usaha menyelidiki dan mengungkapkan kenyataan selalu seiring dengan usaha untuk menentukan apa yang diketahui dibidang tertentu.
Dalam pembahasa-pembahsan epistemologi, ternyata hanya aspek-aspek tertentu yang mendapat perhatian besar dari para filosof, sehingga mengesankan bahwa seolah-olah wilayah pembahasan epistemologi hanya terbatas pada aspek-aspek tertentu. Sedangkan aspek-aspek lain yang jumlahnya lebih banyak cenderung diabaikan.
M. Amin Abdullah menilai, bahwa seringkali kajian epistemologi lebih banyak terbatas pada dataran konsepsi asal-usul atau sumber ilmu pengetahuan secara konseptual-filosofis. Sedangkan Paul Suparno menilai epistemologi banyak membicarakan mengenai apa yang membentuk pengetahuan ilmiah. Sementara itu, aspek-aspek lainnya justru diabaikan dalam pembahasan epistemologi, atau setidak-tidaknya kurang mendapat perhatian yang layak.
Namun, penyederhanaan makna epistemologi itu berfungsi memudahkan pemahaman seseorang, terutama pada tahap pemula untuk mengenali sistematika filsafat, khususnya bidang epistemologi. Hanya saja, jika dia ingin mendalami dan menajamkan pemahaman epistemologi, tentunya tidak bisa hanya memegangi makna epistemologi sebatas metode pengetahuan, akan tetapi epistemologi dapat menyentuh pembahasan yang amat luas, yaitu komponen-komponen yang terkait langsung dengan “bangunan” pengetahuan.

5.      EPISTEMOLOGI PENDIDIKAN
Epistemologi diperlukan dalam pendidikan antara lain salah satunya dalam hubungannya dengan penyusunan dasar kurikulum. Pengetahuan apa yang harus diberikan pada anak didik, diajarkan di sekolah dan bagaimana cara memperoleh pengetahuan dan cara menyempaikannya seperti apa? Semua itu adalah epistemologinya pendidikan. Lahirnya KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) adalah salah satu usaha baik dari pemerintah untuk memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia. Baik dari segi kognitif, afektif, dan psikomotor.
Melihat kondisi ini, dilihat dari sudut epistemologi adalah seharusnya pengetahuan apa yang harus diberikan kepada anak didik?. Hal ini tentu terkait dengan pengetahuan kita akan kebutuhan yang diperlukan anak didik. Harus mengetahui dan memahami berbagai kemampuan atau kelebihan atau kecerdasan yang dimiliki anak. tidak bisa semua siswa diberlakukan sama.
Bagaimana cara memperoleh pengetahuan? Pada dunia pendidikan cara memperoleh pengetahuan yang sesuai dengan kebutuhan justru pada sekolah-sekolah swasta yang pada dasarnya tidak ingin tergantung pada kapitalisme semata. Mereka mendidik anak-anak dengan mengembangkanpotensi yang ada dengan harapan anak-anak bisa berkembangan secara maksimal. Cara tradisional, guru dianggap sebagai pusat segala-galanya. Guru yang paling pandai dan gudang ilmu. Siswa adalah penerima. Cara model sekarang, banyak diantaranya mengembangkan metode active learning untuk memacu kreativitas dan daya inisiatif siswa. Guru hanya sebagai fasiltator saja. Guru mengarahkan siswa. Siswa dapat memperolehnya melalui diskusi, problem based learning (PBL), pergi ke perpustakaan, belajar dengan e-learning (internet), membaca dan sebagainya. Cara-cara seperti ini akan memacu potensi siswa daripada siswa diperlakukan hanya sebagai objek yag pasif saja.
Bagaimana cara menyampaikannya?. Pertanyaan ini terkait dengan kompetensi guru serta metode atau gaya pengajaran yang mereka terapkan. Cara penyampaian cukup mempengaruhi motivasi siswa dalam belajar. Salah satu contoh SD Kreatif. SD ini memberikan pengajaran yang unik. Kadang guru memberikan pendidikan dengan outbound, dengan bentuk dongeng atau cerita, atau dengan memberikan pesan moral dan mengajak untuk berpikir rasional.

6.         EPISTEMOLOGI MATEMATIKA
Kajian epistemologi matematika adalah sekelompok pertanyaan mengenai apakah matematika itu (pertanyaan yang diperbincangkan oleh para ahli matematika selama lebih daripada 2000 tahun), termasuk jenis pengetahuan apa (pengetahuan empirik ataukah pengetahuan pra-pengalaman), bagaimana ciri-cirinya (deduktif, abstrak, hipotesis, eksak, simbolik, universal, rasional, dan kemungkinan ciri lainnya), serta lingkupan dan pembagian pengetahuan matematika (matematika murni dan matematik terapan serta berbagai cabang matematika yang lain). Demikian pula persoalan tentang kebenaran matematika seperti misalnya sifat alaminya dan macamnya. Jadi, matematika jika ditinjau dari aspek epistemologi, matematika mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan kita untuk melakukan pengukuran secara kuantitatif.
Problem dasar pendidikan matematika kita di Indonesia adalah siswa atau mahasiswa tidak dibiasakan untuk menginterpretasikan sebuah persoalan. Padahal, matematika itu adalah interpretasi manusia terhadap fenomena alam. Dampaknya, siswa bahkan mahasiswa, pandai mengerjakan soal, tetapi tidak bisa memberikan makna dari soal itu. Matematika hanya diartikan sebagai sebuah persoalan hitung-hitungan yang siap untuk diselesaikan atau dicari jawabannya. Ini akibat tidak diajarkannya filsafat atau latar belakang ilmu matematika.

II.                            PENUTUP
Berdasarkan penjelasan diatas dapat kita simpulan bahwa:
1.             Epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode dan sahnya (validitasnya) pengetahuan.
2.             Sebenarnya objek tidak sama dengan tujuan. Objek sama dengan sasaran, sedang tujuan hampir sama dengan harapan. Meskipun berbeda, tetapi objek dan tujuan memiliki hubungan yang berkesinambungan, sebab objeklah yang mengantarkan tercapainya tujuan
3.             Landasan Epistemologi yaitu metode ilmiah
4.             Epistemologi diperlukan dalam pendidikan antara lain salah satunya dalam hubungannya dengan penyusunan dasar kurikulum.
5.             Matematika jika ditinjau dari aspek epistemologi, matematika mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan kita untuk melakukan pengukuran secara kuantitatif.








DAFTAR PUSTAKA

Salam, Burhanudin. 1997. Logika Materiil (Filsafat Ilmu Pengetahuan). Jakarta:Rineka Cipta
Sjafii, A. 2009. Epistemologi Pendidikan. (online : http://arahbalik.blogspot.com/2007/12/epistemologi-pendidikan.html diakses : 23 Agustus 2010)
http://www.blogger.com/profile/03249547895308622683noreply@blogger.com diakses tanggal 23 Agustus 2010
images.mkzaky.multiply.multiplycontent.com/.../EPISTEMOLOGI.doc?
http://www.sman2binjai.com/kegiatan/intra/mtk

EPISTEMOLOGI

1.        PENGERTIAN EPISTEMOLOGI
Istilah epistemologi didalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah “Theory of knowledge”. Epistemologi berasal dari kata “episteme” dan “logos”. Episteme berarti pengetahuan dan logos berarti teori. Ada beberapa pengertian epistemologi yang diungkapkan para ahli yang dapat dijadikan pijakan untuk memahami apa sebenarnya epistemologi itu.
Epistemologi juga disebut teori pengetahuan (theory of knowledge). Istilah epistemologi berasal dari kata Yunani episteme berarti pengetahuan, dan logos berarti teori.
Menurut Musa Asy’arie, epistemologi adalah cabang filsafat yang membicarakan mengenai hakikat ilmu, dan ilmu sebagai proses adalah usaha yang sistematik dan metodik untuk menemukan prinsip kebenaran yang terdapat pada suatu obyek kajian ilmu.
Menurut Dagobert D.Runes epistemologi adalah cabang filsafat yang membahas sumber, struktur, metode-metode dan validitas pengetahuan. Sementara itu, Azyumardi Azra menambahkan, bahwa epistemologi sebagai “ilmu yang membahas tentang keaslian, pengertian, struktur, metode dan validitas ilmu pengetahuan”.
Jadi, Epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode dan sahnya (validitasnya) pengetahuan.

2. OBJEK DAN TUJUAN ESTIMOLOGI
            Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, tidak jarang pemahaman objek disamakan dengan tujuan, sehingga pengertiannya menjadi rancu bahkan kabur. Jika diamati secara cermat, sebenarnya objek tidak sama dengan tujuan. Objek sama dengan sasaran, sedang tujuan hampir sama dengan harapan. Meskipun berbeda, tetapi objek dan tujuan memiliki hubungan yang berkesinambungan, sebab objeklah yang mengantarkan tercapainya tujuan
Objek epistemologi ini menurut Jujun S.Suriasumatri berupa “segenap proses yang terlibat dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan.” Proses untuk memperoleh pengetahuan inilah yang menjadi sasaran teori pengetahuan dan sekaligus berfungsi mengantarkan tercapainya tujuan, sebab sasaran itu merupakan suatu tahap pengantara yang harus dilalui dalam mewujudkan tujuan. Tanpa suatu sasaran, mustahil tujuan bisa terealisir, sebaliknya tanpa suatu tujuan, maka sasaran menjadi tidak terarah sama sekali.
Jacques Martain mengatakan: “Tujuan epistemologi bukanlah hal yang utama untuk menjawab pertanyaan, apakah saya dapat tahu, tetapi untuk menemukan syarat-syarat yang memungkinkan saya dapat tahu”. Hal ini menunjukkan, bahwa epistemologi bukan untuk memperoleh pengetahuan kendatipun keadaan ini tak bisa dihindari, akan tetapi yang menjadi pusat perhatian dari tujuan epistemologi adalah lebih penting dari itu, yaitu ingin memiliki potensi untuk memperoleh pengetahuan.

3. LANDASAN EPISTEMOLOGI
Landasan epistemologi ilmu disebut metode ilmiah; yaitu cara yang dilakukan ilmu dalam menyusun pengetahuan yang benar. Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi, ilmu pengetahuan merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan disebut ilmiah, sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu pengetahuan bisa disebut ilmu yang tercantum dalam metode ilmiah. Dengan demikian, metode ilmiah merupakan penentu layak tidaknya pengetahuan menjadi ilmu, sehingga memiliki fungsi yang sangat penting dalam bangunan ilmu pengetahuan. Metode ilmiah telah dijadikan pedoman dalam menyusun, membangun dan mengembangkan pengetahuan ilmu.
Menurut Burhanudin Salam Metode ilmiah dapat dideskripsikan dalam langkah-langkah sebagai berikut :
(1)     Penemuan atau Penentuan masalah. Di sini secara sadar kita menetapkan masalah yang akan kita telaah denga ruang lingkup dan batas-batasanya. Ruang lingkup permasalahan ini harus jelas. Demikian juga batasan-batasannya, sebab tanpa kejelasan ini kita akan mengalami kesukaran dalam melangkah kepada kegiatan berikutnya, yakni perumusan kerangka masalah;
(2)     Perumusan Kerangka Masalah merupakan usaha untuk mendeskrisipakn masalah dengan lebih jelas. Pada langkah ini kita mengidentifikasikan faktor-faktor yang terlibat dalam masalah tersebut. Faktor-faktor tersebut membentuk suatu masalah yang berwujud gejala yang sedang kita telaah.
(3)     Pengajuan hipotesis merupakan usaha kita untuk memberikan penjelasan sementara menge-nai hubungan sebab-akibat yang mengikat faktor-faktor yang membentuk kerangka masalah tersebut di atas. Hipotesis ini pada hakekatnya merupakan hasil suatu penalaran induktif deduktif dengan mempergunakan pengetahuan yang sudah kita ketahui kebenarannya.
(4)     Hipotesis dari Deduksi merupakan merupakan langkah perantara dalam usaha kita untuk menguji hipotesis yang diajukan. Secara deduktif kita menjabarkan konsekuensinya secara empiris. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa deduksi hipotesis merupakan identifikasi fakta-fakta apa saja yang dapat kita lihat dalam dunia fisik yang nyata, dalam hubungannya dengan hipotesis yang kita ajukan.
(5)     Pembuktian hipotesis merupakan usaha untuk megunpulkan fakta-fakta sebagaimana telah disebutkan di atas. Kalau fakta-fakta tersebut memag ada dalam dunia empiris kita, maka dinyatakan bahwa hipotesis itu telah terbukti, sebab didukung oleh fakta-fakta yang nyata. Dalam hal hipotesis itu tidak terbukti, maka hipotesis itu ditolak kebenarannya dan kita kembali mengajukan hipotesis yang lain, sampai kita menemukan hipotesis tertentu yang didukung oleh fakta.
(6)     Penerimaan Hipotesis menjadi teori Ilmiah hipotesis yang telah terbukti kebenarannya dianggap merupakan pengetahuan baru dan diterima sebagai bagain dari ilmu. Atau dengan kata lain hipotesis tersebut sekarang dapat kita anggap sebagai (bagian dari) suatu teori ilmiah dapat diartikan sebagai suatu penjelasan teoritis megnenai suatu gejala tertentu. Pengetahuan ini dapat kita gunakan untuk penelaahan selanjutnya, yakni sebagai premis dalam usaha kita untuk menjelaskan berbagai gejala yang lainnya. Dengan demikian maka proses kegiatan ilmiah mulai berputar lagi dalam suatu daur sebagaimana yang telah ditempuh dalam rangka mendapakan teori ilmiah tersebut.



3.1. Beberapa Jenis Metode Ilmiah
Menurut Burhanudin Salam beberapa jenis metode ilmiah yaitu :
1.    Observasi
Beberapa ilmu seperti astronomi dan botani telah dikembangkan secara cermat dengan metode observasi. Didalam metode observasi melingkupi pengamatan indrawi seperti : melihat, mendengar, menyentuh, meraba.
2.    Trial and Error
       Teknik yang diperoleh karena mengulang-ulang pekerjaan baik metode, teknik, materi, parameter-parameter sampai akhirnya menemukan sesuatu, memerlukan waktu yang lama dan biaya yang tinggi.
3.    Metode eksperimen
       Kegiatan ekperimen adalah berdasarkan pada prinsip metode penemuan sebab akibat dan pengajuan hipotesis. Peranan metode ini adalah hanya untuk membedakan satu faktor atau kondisi pada suatu waktu, sedangkan faktor-faktor lainnya diusahakan tidak berubah atau tetap.
4.    Metode Statistik
       Istilah statistik berarti pengetahuan tentang mengumpulkan, menganalisis dan menggolongkan data sebagai dasar induksi. Metode statistik telah ada sejak lama, yaitu untuk membantu pemimpin dan penguasa mengumpulkan data tentang penduduk, kematian, kesehatan dan perpajakan. Metode statistik ini telah berkembang dan lebih menarik minat lagi, sehingga metode statistik dipakai dalam kehidupan sehari-hari misalnya perdagangan, peredaran uang dan lain sebagainya. Statistik memungkinkan kita untuk menjelaskan sebab dan akibat dan pengaruhnya, melukiskan tipe-tipe dari fenomena-fenomena dan kita dapat membuat perbandingan-perbandingan dengan mempergunakan tabel-tabel dan grafik. Statistik juga dapat meramalkan kejadian-kejadian yang akan datang dengan tingkat ketepatan yang tinggi.
5.    Metode Sampling
       Terjadinya sampling, yaitu apabila kita mengambil beberapa anggota atau bilangan tertentu dari suatu kelas atau kelompok sebagai wakil dari keseluruhan kelompok tersebut dapat mewakli secara keseluruhan atau tidak. Seandainya bahan yang akan kita uji itu menunjukkan kesamaan jenisnya melalui sebuah sampel dapatlah diperoleh hasil dengan ketepatan yang tinggi.
6.    Metode Berpikir Reflective
       Metode reflective thinking pada umumnya melalui enam tahap, yaitu :
       a. Adanya kesadaran kepada sesuatu masalah
       b. Data yang diperoleh dan relevan yang harus dikumpulkan
       c. Data yang terorganisasi
       d. Formulasi Hipotesis
       e. Deduksi Hipotesis
       f. Deduksi harus berasal dari hipotesis
       g. Pembuktian kebenaran verifikasi

3.2. Teori-Teori Kebenaran
Menurut Endang Saifuddin Anshari (dalam H. Mumuh M. Zakaria, 2008) Teori kebenaran dapat ditentukan dengan :
1.        Teori Koherensi/Konsistensi (The Consistence/Coherence Theory of Truth) :
a.         Kebenaran ialah kesesuaian antara suatu pernyataan dengan pernyataan-pernyataan lainnya yang sudah lebih lebih dahulu diketahui, diterima dan diakui sebagai benar.
b.         Suatu putusan dianggap benar apabila mendapat penyaksian (pembenaran) oleh putusan-putusan lainnya yang terdahulu yang sudah diketahui,diterima dan diakui benarnya.
Contoh: “Semua manusia akan mati. Si Polan adalah seorang manusia.Si Polan pasti akan mati.” “Sukarno adalah ayahanda Megawati. Sukarno mempunyai puteri. Megawati adalah puteri Sukarno”.
Teori ini dianut oleh mazhab idealisme. Penggagas teori ini adalah Plato (427-347 S.M.) dan Aristoteles (384-322 S.M.), selanjutnya dikembangkan oleh Hegel dan F.H. Bradley (1864-1924).
2.        Teori Korespondensi (The Correspondence Theory of Thruth):
Kebenaran adalah kesesuaian antara pernya-taan tentang sesuatu dengan kenyataan sesu-atu itu sendiri.
Contoh: “Ibu kota Republik Indonesia adalah Jakarta”.
Teori ini digagas oleh Aristoteles (384-322 S.M.), selanjutnya dikembangkan oleh Bertrand Russel (1872-1970). Penganut teori ini adalah mazhab realisme dan materialisme.
3.    Teori Pragmatis (The Pragmatic Theory of Truth):
“Kebenaran suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis”; dengan kata lain, “suatu pernyataan adalah benar jika pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan manusia”. Kata kunci teori ini adalah: kegunaan (utility), dapat dikerjakan (workability), akibat atau pengaruhnya yang memuaskan (satisfactory consequencies).
Pencetus teori ini adalah Charles S. Pierce (1839-1914) dan William James.
Kritik: betapa kabur dan samarnya pengertian berguna (usefull) itu.

4.       RUANG LINGKUP EPISTEMOLOGI
M. Arifin merinci ruang lingkup epistemologi, meliputi hakekat, sumber dan validitas pengetahuan. Mudlor Achmad merinci menjadi enam aspek, yaitu hakikat, unsur, macam, tumpuan, batas, dan sasaran pengetahuan. Bahkan, A.M Saefuddin menyebutkan, bahwa epistemologi mencakup pertanyaan yang harus dijawab, apakah ilmu itu, dari mana asalnya, apa sumbernya, apa hakikatnya, bagaimana membangun ilmu yang tepat dan benar, apa kebenaran itu, mungkinkah kita mencapai ilmu yang benar, apa yang dapat kita ketahui, dan sampai dimanakah batasannya. Semua pertanyaan itu dapat diringkat menjadi dua masalah pokok ; masalah sumber ilmu dan masalah benarnya ilmu.
Mengingat epistemologi mencakup aspek yang begitu luas, sampai Gallagher secara ekstrem menarik kesimpulan, bahwa epistemologi sama luasnya dengan filsafat. Usaha menyelidiki dan mengungkapkan kenyataan selalu seiring dengan usaha untuk menentukan apa yang diketahui dibidang tertentu.
Dalam pembahasa-pembahsan epistemologi, ternyata hanya aspek-aspek tertentu yang mendapat perhatian besar dari para filosof, sehingga mengesankan bahwa seolah-olah wilayah pembahasan epistemologi hanya terbatas pada aspek-aspek tertentu. Sedangkan aspek-aspek lain yang jumlahnya lebih banyak cenderung diabaikan.
M. Amin Abdullah menilai, bahwa seringkali kajian epistemologi lebih banyak terbatas pada dataran konsepsi asal-usul atau sumber ilmu pengetahuan secara konseptual-filosofis. Sedangkan Paul Suparno menilai epistemologi banyak membicarakan mengenai apa yang membentuk pengetahuan ilmiah. Sementara itu, aspek-aspek lainnya justru diabaikan dalam pembahasan epistemologi, atau setidak-tidaknya kurang mendapat perhatian yang layak.
Namun, penyederhanaan makna epistemologi itu berfungsi memudahkan pemahaman seseorang, terutama pada tahap pemula untuk mengenali sistematika filsafat, khususnya bidang epistemologi. Hanya saja, jika dia ingin mendalami dan menajamkan pemahaman epistemologi, tentunya tidak bisa hanya memegangi makna epistemologi sebatas metode pengetahuan, akan tetapi epistemologi dapat menyentuh pembahasan yang amat luas, yaitu komponen-komponen yang terkait langsung dengan “bangunan” pengetahuan.

5.      EPISTEMOLOGI PENDIDIKAN
Epistemologi diperlukan dalam pendidikan antara lain salah satunya dalam hubungannya dengan penyusunan dasar kurikulum. Pengetahuan apa yang harus diberikan pada anak didik, diajarkan di sekolah dan bagaimana cara memperoleh pengetahuan dan cara menyempaikannya seperti apa? Semua itu adalah epistemologinya pendidikan. Lahirnya KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) adalah salah satu usaha baik dari pemerintah untuk memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia. Baik dari segi kognitif, afektif, dan psikomotor.
Melihat kondisi ini, dilihat dari sudut epistemologi adalah seharusnya pengetahuan apa yang harus diberikan kepada anak didik?. Hal ini tentu terkait dengan pengetahuan kita akan kebutuhan yang diperlukan anak didik. Harus mengetahui dan memahami berbagai kemampuan atau kelebihan atau kecerdasan yang dimiliki anak. tidak bisa semua siswa diberlakukan sama.
Bagaimana cara memperoleh pengetahuan? Pada dunia pendidikan cara memperoleh pengetahuan yang sesuai dengan kebutuhan justru pada sekolah-sekolah swasta yang pada dasarnya tidak ingin tergantung pada kapitalisme semata. Mereka mendidik anak-anak dengan mengembangkanpotensi yang ada dengan harapan anak-anak bisa berkembangan secara maksimal. Cara tradisional, guru dianggap sebagai pusat segala-galanya. Guru yang paling pandai dan gudang ilmu. Siswa adalah penerima. Cara model sekarang, banyak diantaranya mengembangkan metode active learning untuk memacu kreativitas dan daya inisiatif siswa. Guru hanya sebagai fasiltator saja. Guru mengarahkan siswa. Siswa dapat memperolehnya melalui diskusi, problem based learning (PBL), pergi ke perpustakaan, belajar dengan e-learning (internet), membaca dan sebagainya. Cara-cara seperti ini akan memacu potensi siswa daripada siswa diperlakukan hanya sebagai objek yag pasif saja.
Bagaimana cara menyampaikannya?. Pertanyaan ini terkait dengan kompetensi guru serta metode atau gaya pengajaran yang mereka terapkan. Cara penyampaian cukup mempengaruhi motivasi siswa dalam belajar. Salah satu contoh SD Kreatif. SD ini memberikan pengajaran yang unik. Kadang guru memberikan pendidikan dengan outbound, dengan bentuk dongeng atau cerita, atau dengan memberikan pesan moral dan mengajak untuk berpikir rasional.

6.         EPISTEMOLOGI MATEMATIKA
Kajian epistemologi matematika adalah sekelompok pertanyaan mengenai apakah matematika itu (pertanyaan yang diperbincangkan oleh para ahli matematika selama lebih daripada 2000 tahun), termasuk jenis pengetahuan apa (pengetahuan empirik ataukah pengetahuan pra-pengalaman), bagaimana ciri-cirinya (deduktif, abstrak, hipotesis, eksak, simbolik, universal, rasional, dan kemungkinan ciri lainnya), serta lingkupan dan pembagian pengetahuan matematika (matematika murni dan matematik terapan serta berbagai cabang matematika yang lain). Demikian pula persoalan tentang kebenaran matematika seperti misalnya sifat alaminya dan macamnya. Jadi, matematika jika ditinjau dari aspek epistemologi, matematika mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan kita untuk melakukan pengukuran secara kuantitatif.
Problem dasar pendidikan matematika kita di Indonesia adalah siswa atau mahasiswa tidak dibiasakan untuk menginterpretasikan sebuah persoalan. Padahal, matematika itu adalah interpretasi manusia terhadap fenomena alam. Dampaknya, siswa bahkan mahasiswa, pandai mengerjakan soal, tetapi tidak bisa memberikan makna dari soal itu. Matematika hanya diartikan sebagai sebuah persoalan hitung-hitungan yang siap untuk diselesaikan atau dicari jawabannya. Ini akibat tidak diajarkannya filsafat atau latar belakang ilmu matematika.

II.                            PENUTUP
Berdasarkan penjelasan diatas dapat kita simpulan bahwa:
1.             Epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode dan sahnya (validitasnya) pengetahuan.
2.             Sebenarnya objek tidak sama dengan tujuan. Objek sama dengan sasaran, sedang tujuan hampir sama dengan harapan. Meskipun berbeda, tetapi objek dan tujuan memiliki hubungan yang berkesinambungan, sebab objeklah yang mengantarkan tercapainya tujuan
3.             Landasan Epistemologi yaitu metode ilmiah
4.             Epistemologi diperlukan dalam pendidikan antara lain salah satunya dalam hubungannya dengan penyusunan dasar kurikulum.
5.             Matematika jika ditinjau dari aspek epistemologi, matematika mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan kita untuk melakukan pengukuran secara kuantitatif.








DAFTAR PUSTAKA

Salam, Burhanudin. 1997. Logika Materiil (Filsafat Ilmu Pengetahuan). Jakarta:Rineka Cipta
Sjafii, A. 2009. Epistemologi Pendidikan. (online : http://arahbalik.blogspot.com/2007/12/epistemologi-pendidikan.html diakses : 23 Agustus 2010)
http://www.blogger.com/profile/03249547895308622683noreply@blogger.com diakses tanggal 23 Agustus 2010
images.mkzaky.multiply.multiplycontent.com/.../EPISTEMOLOGI.doc?
http://www.sman2binjai.com/kegiatan/intra/mtk

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by FEBRINA BIDASARI