EPISTEMOLOGI
1.
PENGERTIAN EPISTEMOLOGI
Istilah epistemologi didalam bahasa Inggris
dikenal dengan istilah “Theory of knowledge”. Epistemologi berasal dari kata
“episteme” dan “logos”. Episteme berarti pengetahuan dan logos berarti teori.
Ada beberapa pengertian epistemologi
yang diungkapkan para ahli yang dapat dijadikan pijakan untuk memahami apa
sebenarnya epistemologi itu.
Epistemologi juga disebut teori pengetahuan (theory of knowledge). Istilah epistemologi berasal dari kata Yunani
episteme berarti pengetahuan, dan logos berarti teori.
Menurut Musa Asy’arie, epistemologi adalah cabang filsafat yang membicarakan mengenai
hakikat ilmu, dan ilmu sebagai proses adalah usaha yang sistematik dan metodik
untuk menemukan prinsip kebenaran yang terdapat pada suatu obyek kajian ilmu.
Menurut Dagobert D.Runes epistemologi adalah cabang filsafat
yang membahas sumber, struktur, metode-metode dan validitas pengetahuan.
Sementara itu, Azyumardi Azra menambahkan, bahwa epistemologi sebagai “ilmu yang membahas tentang keaslian,
pengertian, struktur, metode dan validitas ilmu pengetahuan”.
Jadi, Epistemologi
dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau
sumber, struktur, metode dan sahnya (validitasnya) pengetahuan.
2. OBJEK DAN TUJUAN ESTIMOLOGI
Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, tidak jarang
pemahaman objek disamakan dengan tujuan, sehingga pengertiannya menjadi rancu
bahkan kabur. Jika diamati secara cermat, sebenarnya objek tidak sama dengan
tujuan. Objek sama dengan sasaran, sedang tujuan hampir sama dengan harapan.
Meskipun berbeda, tetapi objek dan tujuan memiliki hubungan yang
berkesinambungan, sebab objeklah yang mengantarkan tercapainya tujuan
Objek epistemologi
ini menurut Jujun S.Suriasumatri berupa “segenap proses yang terlibat dalam
usaha kita untuk memperoleh pengetahuan.” Proses untuk memperoleh pengetahuan
inilah yang menjadi sasaran teori pengetahuan dan sekaligus berfungsi
mengantarkan tercapainya tujuan, sebab sasaran itu merupakan suatu tahap
pengantara yang harus dilalui dalam mewujudkan tujuan. Tanpa suatu sasaran, mustahil tujuan bisa
terealisir, sebaliknya tanpa suatu tujuan, maka sasaran menjadi tidak terarah
sama sekali.
Jacques Martain mengatakan: “Tujuan epistemologi bukanlah hal yang utama
untuk menjawab pertanyaan, apakah saya dapat tahu, tetapi untuk menemukan
syarat-syarat yang memungkinkan saya dapat tahu”. Hal ini menunjukkan, bahwa epistemologi bukan untuk memperoleh
pengetahuan kendatipun keadaan ini tak bisa dihindari, akan tetapi yang menjadi
pusat perhatian dari tujuan epistemologi
adalah lebih penting dari itu, yaitu ingin memiliki potensi untuk memperoleh
pengetahuan.
3. LANDASAN EPISTEMOLOGI
Landasan epistemologi ilmu disebut metode ilmiah; yaitu cara yang dilakukan
ilmu dalam menyusun pengetahuan yang benar. Metode ilmiah merupakan prosedur
dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi, ilmu pengetahuan
merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah. Tidak semua
pengetahuan disebut ilmiah, sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara
mendapatkannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat yang harus
dipenuhi agar suatu pengetahuan bisa disebut ilmu yang tercantum dalam metode
ilmiah. Dengan demikian, metode ilmiah merupakan penentu layak tidaknya
pengetahuan menjadi ilmu, sehingga memiliki fungsi yang sangat penting dalam
bangunan ilmu pengetahuan. Metode ilmiah telah dijadikan pedoman dalam
menyusun, membangun dan mengembangkan pengetahuan ilmu.
Menurut Burhanudin Salam Metode ilmiah dapat
dideskripsikan dalam langkah-langkah sebagai berikut :
(1) Penemuan atau Penentuan masalah. Di
sini secara sadar kita menetapkan masalah yang akan kita telaah denga ruang
lingkup dan batas-batasanya. Ruang lingkup permasalahan ini harus jelas.
Demikian juga batasan-batasannya, sebab tanpa kejelasan ini kita akan mengalami
kesukaran dalam melangkah kepada kegiatan berikutnya, yakni perumusan kerangka
masalah;
(2) Perumusan Kerangka Masalah merupakan
usaha untuk mendeskrisipakn masalah dengan lebih jelas. Pada langkah ini
kita mengidentifikasikan faktor-faktor yang terlibat dalam
masalah tersebut. Faktor-faktor tersebut membentuk
suatu masalah yang berwujud gejala yang sedang kita telaah.
(3) Pengajuan hipotesis merupakan usaha
kita untuk memberikan penjelasan sementara menge-nai hubungan sebab-akibat yang
mengikat faktor-faktor yang membentuk kerangka masalah tersebut di atas.
Hipotesis ini pada hakekatnya merupakan hasil suatu penalaran induktif deduktif
dengan mempergunakan pengetahuan yang sudah kita ketahui kebenarannya.
(4)
Hipotesis dari Deduksi merupakan
merupakan langkah perantara dalam usaha kita untuk menguji hipotesis yang
diajukan. Secara deduktif kita menjabarkan konsekuensinya secara empiris.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa deduksi hipotesis merupakan identifikasi
fakta-fakta apa saja yang dapat kita lihat dalam dunia fisik yang nyata, dalam
hubungannya dengan hipotesis yang kita ajukan.
(5) Pembuktian hipotesis merupakan usaha
untuk megunpulkan fakta-fakta sebagaimana telah disebutkan di atas. Kalau
fakta-fakta tersebut memag ada dalam dunia empiris kita, maka dinyatakan bahwa
hipotesis itu telah terbukti, sebab didukung oleh fakta-fakta yang nyata. Dalam
hal hipotesis itu tidak terbukti, maka hipotesis itu ditolak kebenarannya dan
kita kembali mengajukan hipotesis yang lain, sampai kita menemukan hipotesis
tertentu yang didukung oleh fakta.
(6)
Penerimaan Hipotesis menjadi teori
Ilmiah hipotesis yang telah terbukti kebenarannya dianggap merupakan
pengetahuan baru dan diterima sebagai bagain dari ilmu. Atau dengan kata lain
hipotesis tersebut sekarang dapat kita anggap sebagai (bagian dari) suatu teori
ilmiah dapat diartikan sebagai suatu penjelasan teoritis megnenai suatu gejala
tertentu. Pengetahuan ini dapat kita gunakan untuk penelaahan selanjutnya,
yakni sebagai premis dalam usaha kita untuk menjelaskan berbagai gejala yang
lainnya. Dengan demikian maka proses kegiatan ilmiah mulai berputar lagi dalam
suatu daur sebagaimana yang telah ditempuh dalam rangka mendapakan teori ilmiah
tersebut.
3.1. Beberapa Jenis Metode Ilmiah
Menurut
Burhanudin Salam beberapa jenis metode ilmiah yaitu :
1. Observasi
Beberapa
ilmu seperti astronomi dan botani telah dikembangkan secara cermat dengan
metode observasi. Didalam metode observasi melingkupi pengamatan indrawi
seperti : melihat, mendengar, menyentuh, meraba.
2. Trial and Error
Teknik yang diperoleh karena
mengulang-ulang pekerjaan baik metode, teknik, materi, parameter-parameter
sampai akhirnya menemukan sesuatu, memerlukan waktu yang lama dan biaya yang
tinggi.
3.
Metode eksperimen
Kegiatan ekperimen adalah berdasarkan
pada prinsip metode penemuan sebab akibat dan pengajuan hipotesis. Peranan
metode ini adalah hanya untuk membedakan satu faktor atau kondisi pada suatu
waktu, sedangkan faktor-faktor lainnya diusahakan tidak berubah atau tetap.
4.
Metode Statistik
Istilah statistik berarti pengetahuan
tentang mengumpulkan, menganalisis dan menggolongkan data sebagai dasar
induksi. Metode statistik telah ada sejak lama, yaitu untuk membantu pemimpin
dan penguasa mengumpulkan data tentang penduduk, kematian, kesehatan dan
perpajakan. Metode statistik ini telah berkembang dan lebih menarik minat lagi,
sehingga metode statistik dipakai dalam kehidupan sehari-hari misalnya
perdagangan, peredaran uang dan lain sebagainya. Statistik memungkinkan kita
untuk menjelaskan sebab dan akibat dan pengaruhnya, melukiskan tipe-tipe dari
fenomena-fenomena dan kita dapat membuat perbandingan-perbandingan dengan
mempergunakan tabel-tabel dan grafik. Statistik juga dapat meramalkan
kejadian-kejadian yang akan datang dengan tingkat ketepatan yang tinggi.
5.
Metode Sampling
Terjadinya sampling, yaitu apabila kita
mengambil beberapa anggota atau bilangan tertentu dari suatu kelas atau
kelompok sebagai wakil dari keseluruhan kelompok tersebut dapat mewakli secara
keseluruhan atau tidak. Seandainya bahan yang akan kita uji itu menunjukkan
kesamaan jenisnya melalui sebuah sampel dapatlah diperoleh hasil dengan
ketepatan yang tinggi.
6.
Metode Berpikir Reflective
Metode reflective thinking pada umumnya
melalui enam tahap, yaitu :
a. Adanya kesadaran kepada sesuatu
masalah
b. Data yang diperoleh dan relevan yang
harus dikumpulkan
c. Data yang terorganisasi
d. Formulasi Hipotesis
e. Deduksi Hipotesis
f. Deduksi harus berasal dari hipotesis
g. Pembuktian kebenaran verifikasi
3.2. Teori-Teori Kebenaran
Menurut Endang Saifuddin Anshari (dalam H.
Mumuh M. Zakaria, 2008) Teori kebenaran dapat ditentukan dengan :
1.
Teori Koherensi/Konsistensi
(The Consistence/Coherence Theory of Truth) :
a.
Kebenaran ialah kesesuaian
antara suatu pernyataan dengan pernyataan-pernyataan lainnya yang sudah lebih
lebih dahulu diketahui, diterima dan diakui sebagai benar.
b.
Suatu putusan dianggap benar
apabila mendapat penyaksian (pembenaran) oleh putusan-putusan lainnya yang terdahulu
yang sudah diketahui,diterima dan diakui benarnya.
Contoh: “Semua manusia akan mati. Si Polan adalah seorang manusia.Si
Polan pasti akan mati.” “Sukarno adalah ayahanda Megawati. Sukarno mempunyai
puteri. Megawati adalah puteri Sukarno”.
Teori
ini dianut oleh mazhab idealisme. Penggagas teori ini adalah Plato (427-347
S.M.) dan Aristoteles (384-322 S.M.), selanjutnya dikembangkan oleh Hegel dan
F.H. Bradley (1864-1924).
2.
Teori Korespondensi (The
Correspondence Theory of Thruth):
Kebenaran
adalah kesesuaian antara pernya-taan tentang sesuatu dengan kenyataan sesu-atu
itu sendiri.
Contoh:
“Ibu kota Republik Indonesia adalah Jakarta”.
Teori
ini digagas oleh Aristoteles (384-322 S.M.), selanjutnya dikembangkan oleh
Bertrand Russel (1872-1970). Penganut teori ini adalah mazhab realisme dan
materialisme.
3.
Teori Pragmatis (The Pragmatic Theory
of Truth):
“Kebenaran
suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat
fungsional dalam kehidupan praktis”; dengan kata lain, “suatu pernyataan adalah
benar jika pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan manusia”.
Kata kunci teori ini adalah: kegunaan (utility), dapat dikerjakan
(workability), akibat atau pengaruhnya yang memuaskan (satisfactory
consequencies).
Pencetus
teori ini adalah Charles S. Pierce (1839-1914) dan William James.
Kritik: betapa kabur dan samarnya pengertian berguna (usefull) itu.
Kritik: betapa kabur dan samarnya pengertian berguna (usefull) itu.
4. RUANG LINGKUP EPISTEMOLOGI
M. Arifin merinci ruang lingkup epistemologi,
meliputi hakekat, sumber dan validitas pengetahuan. Mudlor Achmad merinci
menjadi enam aspek, yaitu hakikat, unsur, macam, tumpuan, batas, dan sasaran
pengetahuan. Bahkan, A.M Saefuddin menyebutkan, bahwa epistemologi mencakup
pertanyaan yang harus dijawab, apakah ilmu itu, dari mana asalnya, apa sumbernya,
apa hakikatnya, bagaimana membangun ilmu yang tepat dan benar, apa kebenaran
itu, mungkinkah kita mencapai ilmu yang benar, apa yang dapat kita ketahui, dan
sampai dimanakah batasannya. Semua pertanyaan itu dapat diringkat menjadi dua
masalah pokok ; masalah sumber ilmu dan masalah benarnya ilmu.
Mengingat epistemologi mencakup aspek yang
begitu luas, sampai Gallagher secara ekstrem menarik kesimpulan, bahwa
epistemologi sama luasnya dengan filsafat. Usaha menyelidiki dan mengungkapkan
kenyataan selalu seiring dengan usaha untuk menentukan apa yang diketahui
dibidang tertentu.
Dalam pembahasa-pembahsan epistemologi,
ternyata hanya aspek-aspek tertentu yang mendapat perhatian besar dari para
filosof, sehingga mengesankan bahwa seolah-olah wilayah pembahasan epistemologi
hanya terbatas pada aspek-aspek tertentu. Sedangkan aspek-aspek lain yang
jumlahnya lebih banyak cenderung diabaikan.
M. Amin Abdullah menilai, bahwa seringkali
kajian epistemologi lebih banyak terbatas pada dataran konsepsi asal-usul atau
sumber ilmu pengetahuan secara konseptual-filosofis. Sedangkan Paul Suparno
menilai epistemologi banyak membicarakan mengenai apa yang membentuk
pengetahuan ilmiah. Sementara itu, aspek-aspek lainnya justru diabaikan dalam
pembahasan epistemologi, atau setidak-tidaknya kurang mendapat perhatian yang
layak.
Namun, penyederhanaan makna epistemologi itu
berfungsi memudahkan pemahaman seseorang, terutama pada tahap pemula untuk
mengenali sistematika filsafat, khususnya bidang epistemologi. Hanya saja, jika
dia ingin mendalami dan menajamkan pemahaman epistemologi, tentunya tidak bisa
hanya memegangi makna epistemologi sebatas metode pengetahuan, akan tetapi
epistemologi dapat menyentuh pembahasan yang amat luas, yaitu komponen-komponen
yang terkait langsung dengan “bangunan” pengetahuan.
5. EPISTEMOLOGI PENDIDIKAN
Epistemologi
diperlukan dalam pendidikan antara lain salah satunya dalam hubungannya dengan
penyusunan dasar kurikulum. Pengetahuan apa yang harus diberikan pada anak
didik, diajarkan di sekolah dan bagaimana cara memperoleh pengetahuan dan cara
menyempaikannya seperti apa? Semua itu adalah epistemologinya pendidikan.
Lahirnya KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) adalah salah satu usaha baik dari
pemerintah untuk memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia. Baik dari segi
kognitif, afektif, dan psikomotor.
Melihat
kondisi ini, dilihat dari sudut epistemologi adalah seharusnya pengetahuan
apa yang harus diberikan kepada anak didik?. Hal ini tentu terkait
dengan pengetahuan kita akan kebutuhan yang diperlukan anak didik. Harus
mengetahui dan memahami berbagai kemampuan atau kelebihan atau kecerdasan yang
dimiliki anak. tidak bisa semua siswa diberlakukan sama.
Bagaimana cara memperoleh pengetahuan? Pada dunia pendidikan cara memperoleh pengetahuan yang
sesuai dengan kebutuhan justru pada sekolah-sekolah swasta yang pada dasarnya
tidak ingin tergantung pada kapitalisme semata. Mereka mendidik anak-anak
dengan mengembangkanpotensi yang ada dengan harapan anak-anak bisa berkembangan
secara maksimal. Cara tradisional, guru dianggap sebagai pusat segala-galanya.
Guru yang paling pandai dan gudang ilmu. Siswa adalah penerima. Cara model
sekarang, banyak diantaranya mengembangkan metode active learning
untuk memacu kreativitas dan daya inisiatif siswa. Guru hanya sebagai
fasiltator saja. Guru mengarahkan siswa. Siswa dapat memperolehnya melalui
diskusi, problem based learning (PBL), pergi ke perpustakaan, belajar
dengan e-learning (internet), membaca dan sebagainya. Cara-cara seperti ini
akan memacu potensi siswa daripada siswa diperlakukan hanya sebagai objek yag
pasif saja.
Bagaimana cara menyampaikannya?. Pertanyaan ini terkait dengan kompetensi guru serta
metode atau gaya pengajaran yang mereka terapkan. Cara penyampaian cukup
mempengaruhi motivasi siswa dalam belajar. Salah satu contoh SD Kreatif. SD ini
memberikan pengajaran yang unik. Kadang guru memberikan pendidikan dengan
outbound, dengan bentuk dongeng atau cerita, atau dengan memberikan pesan moral
dan mengajak untuk berpikir rasional.
6. EPISTEMOLOGI MATEMATIKA
Kajian epistemologi matematika adalah sekelompok pertanyaan mengenai apakah
matematika itu (pertanyaan yang diperbincangkan oleh para ahli matematika
selama lebih daripada 2000 tahun), termasuk jenis pengetahuan apa (pengetahuan
empirik ataukah pengetahuan pra-pengalaman), bagaimana ciri-cirinya (deduktif,
abstrak, hipotesis, eksak, simbolik, universal, rasional, dan kemungkinan ciri
lainnya), serta lingkupan dan pembagian pengetahuan matematika (matematika
murni dan matematik terapan serta berbagai cabang matematika yang lain). Demikian pula persoalan tentang kebenaran
matematika seperti misalnya sifat alaminya dan macamnya. Jadi, matematika jika
ditinjau dari aspek epistemologi, matematika mengembangkan bahasa numerik yang
memungkinkan kita untuk melakukan pengukuran secara kuantitatif.
Problem dasar pendidikan matematika kita di Indonesia
adalah siswa atau mahasiswa tidak dibiasakan untuk menginterpretasikan sebuah
persoalan. Padahal, matematika itu adalah interpretasi manusia terhadap
fenomena alam. Dampaknya, siswa bahkan mahasiswa, pandai mengerjakan soal,
tetapi tidak bisa memberikan makna dari soal itu. Matematika hanya diartikan
sebagai sebuah persoalan hitung-hitungan yang siap untuk diselesaikan atau
dicari jawabannya. Ini akibat tidak diajarkannya filsafat atau latar belakang
ilmu matematika.
II.
PENUTUP
Berdasarkan penjelasan
diatas dapat kita simpulan bahwa:
1.
Epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang
filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode dan sahnya
(validitasnya) pengetahuan.
2.
Sebenarnya
objek tidak sama dengan tujuan. Objek sama dengan
sasaran, sedang tujuan hampir sama dengan harapan. Meskipun berbeda, tetapi
objek dan tujuan memiliki hubungan yang berkesinambungan, sebab objeklah yang
mengantarkan tercapainya tujuan
3.
Landasan Epistemologi yaitu metode ilmiah
4.
Epistemologi diperlukan dalam pendidikan
antara lain salah satunya dalam hubungannya dengan penyusunan dasar kurikulum.
5.
Matematika
jika ditinjau dari aspek epistemologi, matematika mengembangkan bahasa numerik
yang memungkinkan kita untuk melakukan pengukuran secara kuantitatif.
DAFTAR PUSTAKA
Salam, Burhanudin. 1997. Logika Materiil (Filsafat Ilmu
Pengetahuan). Jakarta:Rineka Cipta
Sjafii, A. 2009. Epistemologi Pendidikan. (online :
http://arahbalik.blogspot.com/2007/12/epistemologi-pendidikan.html diakses : 23
Agustus 2010)
http://isyraq.wordpress.com/2007/08/28/epistemologi-teori-ilmu-pengetahuan/ diakses : 23 Agustus 2010
http://www.blogger.com/profile/03249547895308622683noreply@blogger.com
diakses tanggal 23 Agustus 2010
images.mkzaky.multiply.multiplycontent.com/.../EPISTEMOLOGI.doc?
http://www.sman2binjai.com/kegiatan/intra/mtk
EPISTEMOLOGI
1.
PENGERTIAN EPISTEMOLOGI
Istilah epistemologi didalam bahasa Inggris
dikenal dengan istilah “Theory of knowledge”. Epistemologi berasal dari kata
“episteme” dan “logos”. Episteme berarti pengetahuan dan logos berarti teori.
Ada beberapa pengertian epistemologi
yang diungkapkan para ahli yang dapat dijadikan pijakan untuk memahami apa
sebenarnya epistemologi itu.
Epistemologi juga disebut teori pengetahuan (theory of knowledge). Istilah epistemologi berasal dari kata Yunani
episteme berarti pengetahuan, dan logos berarti teori.
Menurut Musa Asy’arie, epistemologi adalah cabang filsafat yang membicarakan mengenai
hakikat ilmu, dan ilmu sebagai proses adalah usaha yang sistematik dan metodik
untuk menemukan prinsip kebenaran yang terdapat pada suatu obyek kajian ilmu.
Menurut Dagobert D.Runes epistemologi adalah cabang filsafat
yang membahas sumber, struktur, metode-metode dan validitas pengetahuan.
Sementara itu, Azyumardi Azra menambahkan, bahwa epistemologi sebagai “ilmu yang membahas tentang keaslian,
pengertian, struktur, metode dan validitas ilmu pengetahuan”.
Jadi, Epistemologi
dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau
sumber, struktur, metode dan sahnya (validitasnya) pengetahuan.
2. OBJEK DAN TUJUAN ESTIMOLOGI
Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, tidak jarang
pemahaman objek disamakan dengan tujuan, sehingga pengertiannya menjadi rancu
bahkan kabur. Jika diamati secara cermat, sebenarnya objek tidak sama dengan
tujuan. Objek sama dengan sasaran, sedang tujuan hampir sama dengan harapan.
Meskipun berbeda, tetapi objek dan tujuan memiliki hubungan yang
berkesinambungan, sebab objeklah yang mengantarkan tercapainya tujuan
Objek epistemologi
ini menurut Jujun S.Suriasumatri berupa “segenap proses yang terlibat dalam
usaha kita untuk memperoleh pengetahuan.” Proses untuk memperoleh pengetahuan
inilah yang menjadi sasaran teori pengetahuan dan sekaligus berfungsi
mengantarkan tercapainya tujuan, sebab sasaran itu merupakan suatu tahap
pengantara yang harus dilalui dalam mewujudkan tujuan. Tanpa suatu sasaran, mustahil tujuan bisa
terealisir, sebaliknya tanpa suatu tujuan, maka sasaran menjadi tidak terarah
sama sekali.
Jacques Martain mengatakan: “Tujuan epistemologi bukanlah hal yang utama
untuk menjawab pertanyaan, apakah saya dapat tahu, tetapi untuk menemukan
syarat-syarat yang memungkinkan saya dapat tahu”. Hal ini menunjukkan, bahwa epistemologi bukan untuk memperoleh
pengetahuan kendatipun keadaan ini tak bisa dihindari, akan tetapi yang menjadi
pusat perhatian dari tujuan epistemologi
adalah lebih penting dari itu, yaitu ingin memiliki potensi untuk memperoleh
pengetahuan.
3. LANDASAN EPISTEMOLOGI
Landasan epistemologi ilmu disebut metode ilmiah; yaitu cara yang dilakukan
ilmu dalam menyusun pengetahuan yang benar. Metode ilmiah merupakan prosedur
dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi, ilmu pengetahuan
merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah. Tidak semua
pengetahuan disebut ilmiah, sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara
mendapatkannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat yang harus
dipenuhi agar suatu pengetahuan bisa disebut ilmu yang tercantum dalam metode
ilmiah. Dengan demikian, metode ilmiah merupakan penentu layak tidaknya
pengetahuan menjadi ilmu, sehingga memiliki fungsi yang sangat penting dalam
bangunan ilmu pengetahuan. Metode ilmiah telah dijadikan pedoman dalam
menyusun, membangun dan mengembangkan pengetahuan ilmu.
Menurut Burhanudin Salam Metode ilmiah dapat
dideskripsikan dalam langkah-langkah sebagai berikut :
(1) Penemuan atau Penentuan masalah. Di
sini secara sadar kita menetapkan masalah yang akan kita telaah denga ruang
lingkup dan batas-batasanya. Ruang lingkup permasalahan ini harus jelas.
Demikian juga batasan-batasannya, sebab tanpa kejelasan ini kita akan mengalami
kesukaran dalam melangkah kepada kegiatan berikutnya, yakni perumusan kerangka
masalah;
(2) Perumusan Kerangka Masalah merupakan
usaha untuk mendeskrisipakn masalah dengan lebih jelas. Pada langkah ini
kita mengidentifikasikan faktor-faktor yang terlibat dalam
masalah tersebut. Faktor-faktor tersebut membentuk
suatu masalah yang berwujud gejala yang sedang kita telaah.
(3) Pengajuan hipotesis merupakan usaha
kita untuk memberikan penjelasan sementara menge-nai hubungan sebab-akibat yang
mengikat faktor-faktor yang membentuk kerangka masalah tersebut di atas.
Hipotesis ini pada hakekatnya merupakan hasil suatu penalaran induktif deduktif
dengan mempergunakan pengetahuan yang sudah kita ketahui kebenarannya.
(4)
Hipotesis dari Deduksi merupakan
merupakan langkah perantara dalam usaha kita untuk menguji hipotesis yang
diajukan. Secara deduktif kita menjabarkan konsekuensinya secara empiris.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa deduksi hipotesis merupakan identifikasi
fakta-fakta apa saja yang dapat kita lihat dalam dunia fisik yang nyata, dalam
hubungannya dengan hipotesis yang kita ajukan.
(5) Pembuktian hipotesis merupakan usaha
untuk megunpulkan fakta-fakta sebagaimana telah disebutkan di atas. Kalau
fakta-fakta tersebut memag ada dalam dunia empiris kita, maka dinyatakan bahwa
hipotesis itu telah terbukti, sebab didukung oleh fakta-fakta yang nyata. Dalam
hal hipotesis itu tidak terbukti, maka hipotesis itu ditolak kebenarannya dan
kita kembali mengajukan hipotesis yang lain, sampai kita menemukan hipotesis
tertentu yang didukung oleh fakta.
(6)
Penerimaan Hipotesis menjadi teori
Ilmiah hipotesis yang telah terbukti kebenarannya dianggap merupakan
pengetahuan baru dan diterima sebagai bagain dari ilmu. Atau dengan kata lain
hipotesis tersebut sekarang dapat kita anggap sebagai (bagian dari) suatu teori
ilmiah dapat diartikan sebagai suatu penjelasan teoritis megnenai suatu gejala
tertentu. Pengetahuan ini dapat kita gunakan untuk penelaahan selanjutnya,
yakni sebagai premis dalam usaha kita untuk menjelaskan berbagai gejala yang
lainnya. Dengan demikian maka proses kegiatan ilmiah mulai berputar lagi dalam
suatu daur sebagaimana yang telah ditempuh dalam rangka mendapakan teori ilmiah
tersebut.
3.1. Beberapa Jenis Metode Ilmiah
Menurut
Burhanudin Salam beberapa jenis metode ilmiah yaitu :
1. Observasi
Beberapa
ilmu seperti astronomi dan botani telah dikembangkan secara cermat dengan
metode observasi. Didalam metode observasi melingkupi pengamatan indrawi
seperti : melihat, mendengar, menyentuh, meraba.
2. Trial and Error
Teknik yang diperoleh karena
mengulang-ulang pekerjaan baik metode, teknik, materi, parameter-parameter
sampai akhirnya menemukan sesuatu, memerlukan waktu yang lama dan biaya yang
tinggi.
3.
Metode eksperimen
Kegiatan ekperimen adalah berdasarkan
pada prinsip metode penemuan sebab akibat dan pengajuan hipotesis. Peranan
metode ini adalah hanya untuk membedakan satu faktor atau kondisi pada suatu
waktu, sedangkan faktor-faktor lainnya diusahakan tidak berubah atau tetap.
4.
Metode Statistik
Istilah statistik berarti pengetahuan
tentang mengumpulkan, menganalisis dan menggolongkan data sebagai dasar
induksi. Metode statistik telah ada sejak lama, yaitu untuk membantu pemimpin
dan penguasa mengumpulkan data tentang penduduk, kematian, kesehatan dan
perpajakan. Metode statistik ini telah berkembang dan lebih menarik minat lagi,
sehingga metode statistik dipakai dalam kehidupan sehari-hari misalnya
perdagangan, peredaran uang dan lain sebagainya. Statistik memungkinkan kita
untuk menjelaskan sebab dan akibat dan pengaruhnya, melukiskan tipe-tipe dari
fenomena-fenomena dan kita dapat membuat perbandingan-perbandingan dengan
mempergunakan tabel-tabel dan grafik. Statistik juga dapat meramalkan
kejadian-kejadian yang akan datang dengan tingkat ketepatan yang tinggi.
5.
Metode Sampling
Terjadinya sampling, yaitu apabila kita
mengambil beberapa anggota atau bilangan tertentu dari suatu kelas atau
kelompok sebagai wakil dari keseluruhan kelompok tersebut dapat mewakli secara
keseluruhan atau tidak. Seandainya bahan yang akan kita uji itu menunjukkan
kesamaan jenisnya melalui sebuah sampel dapatlah diperoleh hasil dengan
ketepatan yang tinggi.
6.
Metode Berpikir Reflective
Metode reflective thinking pada umumnya
melalui enam tahap, yaitu :
a. Adanya kesadaran kepada sesuatu
masalah
b. Data yang diperoleh dan relevan yang
harus dikumpulkan
c. Data yang terorganisasi
d. Formulasi Hipotesis
e. Deduksi Hipotesis
f. Deduksi harus berasal dari hipotesis
g. Pembuktian kebenaran verifikasi
3.2. Teori-Teori Kebenaran
Menurut Endang Saifuddin Anshari (dalam H.
Mumuh M. Zakaria, 2008) Teori kebenaran dapat ditentukan dengan :
1.
Teori Koherensi/Konsistensi
(The Consistence/Coherence Theory of Truth) :
a.
Kebenaran ialah kesesuaian
antara suatu pernyataan dengan pernyataan-pernyataan lainnya yang sudah lebih
lebih dahulu diketahui, diterima dan diakui sebagai benar.
b.
Suatu putusan dianggap benar
apabila mendapat penyaksian (pembenaran) oleh putusan-putusan lainnya yang terdahulu
yang sudah diketahui,diterima dan diakui benarnya.
Contoh: “Semua manusia akan mati. Si Polan adalah seorang manusia.Si
Polan pasti akan mati.” “Sukarno adalah ayahanda Megawati. Sukarno mempunyai
puteri. Megawati adalah puteri Sukarno”.
Teori
ini dianut oleh mazhab idealisme. Penggagas teori ini adalah Plato (427-347
S.M.) dan Aristoteles (384-322 S.M.), selanjutnya dikembangkan oleh Hegel dan
F.H. Bradley (1864-1924).
2.
Teori Korespondensi (The
Correspondence Theory of Thruth):
Kebenaran
adalah kesesuaian antara pernya-taan tentang sesuatu dengan kenyataan sesu-atu
itu sendiri.
Contoh:
“Ibu kota Republik Indonesia adalah Jakarta”.
Teori
ini digagas oleh Aristoteles (384-322 S.M.), selanjutnya dikembangkan oleh
Bertrand Russel (1872-1970). Penganut teori ini adalah mazhab realisme dan
materialisme.
3.
Teori Pragmatis (The Pragmatic Theory
of Truth):
“Kebenaran
suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat
fungsional dalam kehidupan praktis”; dengan kata lain, “suatu pernyataan adalah
benar jika pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan manusia”.
Kata kunci teori ini adalah: kegunaan (utility), dapat dikerjakan
(workability), akibat atau pengaruhnya yang memuaskan (satisfactory
consequencies).
Pencetus
teori ini adalah Charles S. Pierce (1839-1914) dan William James.
Kritik: betapa kabur dan samarnya pengertian berguna (usefull) itu.
Kritik: betapa kabur dan samarnya pengertian berguna (usefull) itu.
4. RUANG LINGKUP EPISTEMOLOGI
M. Arifin merinci ruang lingkup epistemologi,
meliputi hakekat, sumber dan validitas pengetahuan. Mudlor Achmad merinci
menjadi enam aspek, yaitu hakikat, unsur, macam, tumpuan, batas, dan sasaran
pengetahuan. Bahkan, A.M Saefuddin menyebutkan, bahwa epistemologi mencakup
pertanyaan yang harus dijawab, apakah ilmu itu, dari mana asalnya, apa sumbernya,
apa hakikatnya, bagaimana membangun ilmu yang tepat dan benar, apa kebenaran
itu, mungkinkah kita mencapai ilmu yang benar, apa yang dapat kita ketahui, dan
sampai dimanakah batasannya. Semua pertanyaan itu dapat diringkat menjadi dua
masalah pokok ; masalah sumber ilmu dan masalah benarnya ilmu.
Mengingat epistemologi mencakup aspek yang
begitu luas, sampai Gallagher secara ekstrem menarik kesimpulan, bahwa
epistemologi sama luasnya dengan filsafat. Usaha menyelidiki dan mengungkapkan
kenyataan selalu seiring dengan usaha untuk menentukan apa yang diketahui
dibidang tertentu.
Dalam pembahasa-pembahsan epistemologi,
ternyata hanya aspek-aspek tertentu yang mendapat perhatian besar dari para
filosof, sehingga mengesankan bahwa seolah-olah wilayah pembahasan epistemologi
hanya terbatas pada aspek-aspek tertentu. Sedangkan aspek-aspek lain yang
jumlahnya lebih banyak cenderung diabaikan.
M. Amin Abdullah menilai, bahwa seringkali
kajian epistemologi lebih banyak terbatas pada dataran konsepsi asal-usul atau
sumber ilmu pengetahuan secara konseptual-filosofis. Sedangkan Paul Suparno
menilai epistemologi banyak membicarakan mengenai apa yang membentuk
pengetahuan ilmiah. Sementara itu, aspek-aspek lainnya justru diabaikan dalam
pembahasan epistemologi, atau setidak-tidaknya kurang mendapat perhatian yang
layak.
Namun, penyederhanaan makna epistemologi itu
berfungsi memudahkan pemahaman seseorang, terutama pada tahap pemula untuk
mengenali sistematika filsafat, khususnya bidang epistemologi. Hanya saja, jika
dia ingin mendalami dan menajamkan pemahaman epistemologi, tentunya tidak bisa
hanya memegangi makna epistemologi sebatas metode pengetahuan, akan tetapi
epistemologi dapat menyentuh pembahasan yang amat luas, yaitu komponen-komponen
yang terkait langsung dengan “bangunan” pengetahuan.
5. EPISTEMOLOGI PENDIDIKAN
Epistemologi
diperlukan dalam pendidikan antara lain salah satunya dalam hubungannya dengan
penyusunan dasar kurikulum. Pengetahuan apa yang harus diberikan pada anak
didik, diajarkan di sekolah dan bagaimana cara memperoleh pengetahuan dan cara
menyempaikannya seperti apa? Semua itu adalah epistemologinya pendidikan.
Lahirnya KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) adalah salah satu usaha baik dari
pemerintah untuk memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia. Baik dari segi
kognitif, afektif, dan psikomotor.
Melihat
kondisi ini, dilihat dari sudut epistemologi adalah seharusnya pengetahuan
apa yang harus diberikan kepada anak didik?. Hal ini tentu terkait
dengan pengetahuan kita akan kebutuhan yang diperlukan anak didik. Harus
mengetahui dan memahami berbagai kemampuan atau kelebihan atau kecerdasan yang
dimiliki anak. tidak bisa semua siswa diberlakukan sama.
Bagaimana cara memperoleh pengetahuan? Pada dunia pendidikan cara memperoleh pengetahuan yang
sesuai dengan kebutuhan justru pada sekolah-sekolah swasta yang pada dasarnya
tidak ingin tergantung pada kapitalisme semata. Mereka mendidik anak-anak
dengan mengembangkanpotensi yang ada dengan harapan anak-anak bisa berkembangan
secara maksimal. Cara tradisional, guru dianggap sebagai pusat segala-galanya.
Guru yang paling pandai dan gudang ilmu. Siswa adalah penerima. Cara model
sekarang, banyak diantaranya mengembangkan metode active learning
untuk memacu kreativitas dan daya inisiatif siswa. Guru hanya sebagai
fasiltator saja. Guru mengarahkan siswa. Siswa dapat memperolehnya melalui
diskusi, problem based learning (PBL), pergi ke perpustakaan, belajar
dengan e-learning (internet), membaca dan sebagainya. Cara-cara seperti ini
akan memacu potensi siswa daripada siswa diperlakukan hanya sebagai objek yag
pasif saja.
Bagaimana cara menyampaikannya?. Pertanyaan ini terkait dengan kompetensi guru serta
metode atau gaya pengajaran yang mereka terapkan. Cara penyampaian cukup
mempengaruhi motivasi siswa dalam belajar. Salah satu contoh SD Kreatif. SD ini
memberikan pengajaran yang unik. Kadang guru memberikan pendidikan dengan
outbound, dengan bentuk dongeng atau cerita, atau dengan memberikan pesan moral
dan mengajak untuk berpikir rasional.
6. EPISTEMOLOGI MATEMATIKA
Kajian epistemologi matematika adalah sekelompok pertanyaan mengenai apakah
matematika itu (pertanyaan yang diperbincangkan oleh para ahli matematika
selama lebih daripada 2000 tahun), termasuk jenis pengetahuan apa (pengetahuan
empirik ataukah pengetahuan pra-pengalaman), bagaimana ciri-cirinya (deduktif,
abstrak, hipotesis, eksak, simbolik, universal, rasional, dan kemungkinan ciri
lainnya), serta lingkupan dan pembagian pengetahuan matematika (matematika
murni dan matematik terapan serta berbagai cabang matematika yang lain). Demikian pula persoalan tentang kebenaran
matematika seperti misalnya sifat alaminya dan macamnya. Jadi, matematika jika
ditinjau dari aspek epistemologi, matematika mengembangkan bahasa numerik yang
memungkinkan kita untuk melakukan pengukuran secara kuantitatif.
Problem dasar pendidikan matematika kita di Indonesia
adalah siswa atau mahasiswa tidak dibiasakan untuk menginterpretasikan sebuah
persoalan. Padahal, matematika itu adalah interpretasi manusia terhadap
fenomena alam. Dampaknya, siswa bahkan mahasiswa, pandai mengerjakan soal,
tetapi tidak bisa memberikan makna dari soal itu. Matematika hanya diartikan
sebagai sebuah persoalan hitung-hitungan yang siap untuk diselesaikan atau
dicari jawabannya. Ini akibat tidak diajarkannya filsafat atau latar belakang
ilmu matematika.
II.
PENUTUP
Berdasarkan penjelasan
diatas dapat kita simpulan bahwa:
1.
Epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang
filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode dan sahnya
(validitasnya) pengetahuan.
2.
Sebenarnya
objek tidak sama dengan tujuan. Objek sama dengan
sasaran, sedang tujuan hampir sama dengan harapan. Meskipun berbeda, tetapi
objek dan tujuan memiliki hubungan yang berkesinambungan, sebab objeklah yang
mengantarkan tercapainya tujuan
3.
Landasan Epistemologi yaitu metode ilmiah
4.
Epistemologi diperlukan dalam pendidikan
antara lain salah satunya dalam hubungannya dengan penyusunan dasar kurikulum.
5.
Matematika
jika ditinjau dari aspek epistemologi, matematika mengembangkan bahasa numerik
yang memungkinkan kita untuk melakukan pengukuran secara kuantitatif.
DAFTAR PUSTAKA
Salam, Burhanudin. 1997. Logika Materiil (Filsafat Ilmu
Pengetahuan). Jakarta:Rineka Cipta
Sjafii, A. 2009. Epistemologi Pendidikan. (online :
http://arahbalik.blogspot.com/2007/12/epistemologi-pendidikan.html diakses : 23
Agustus 2010)
http://isyraq.wordpress.com/2007/08/28/epistemologi-teori-ilmu-pengetahuan/ diakses : 23 Agustus 2010
http://www.blogger.com/profile/03249547895308622683noreply@blogger.com
diakses tanggal 23 Agustus 2010
images.mkzaky.multiply.multiplycontent.com/.../EPISTEMOLOGI.doc?
http://www.sman2binjai.com/kegiatan/intra/mtk
0 komentar:
Posting Komentar