AKSIOLOGI
A. PENDAHULUAN
Dalam pembahasan terdahulu kita
telah membahas tentang hakikat apa yang dikaji (ontologi), dan bagaimana cara
mendapatkan atau memperoleh ilmu (epistemologi), kini sampailah pada pembahasan
aksiologi yang juga termasuk dalam cabang filsafat yang membahas nilai kegunaan
dari ilmu-ilmu tersebut.
Aksiologi mengkaji
tentang nilai, dan teori nilai
tersebut dibagi menjadi dua yaitu etika dan estetika. Makalah ini akan membahas
tentang pengertian aksiologi, nilai, etika dan estetika.
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Aksiologi
Secara etimologi
aksiologi berasal dari kata “axios” (Yunani) yang berarti “nilai”, dan “logos”
yang berarti teori. Jadi secara singkat aksiologi dapat diartikan sebagai teori
nilai. Menurut Suriasumantri (dalam ismaliani, 2008: 1), aksiologi adalah teori
nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa aksiologi adalah
cabang filsafat yang membahas tentang kegunaan pengetahuan dalam kehidupan
manusia yang mengkaji tentang nilai-nilai etika dan estetika.
2. Nilai
Runes (dalam
Sadulloh, 2003:38) mengemukakan beberapa persoalan tentang nilai yang mencakup:
hakikat nilai, tipe nilai, kriteria nilai, status metafisika nilai.
2.2.1 Hakikat nilai
Ada beberapa teori yang berbicara
tentang hakikat nilai antara lain:
- Teori voluntarisme mengatakan nilai adalah suatu pemuasan terhadap keinginan atau kemauan.
- Teori hedonisme beranggapan bahwa hakikat nilai adalah kesenangan atau “pleasure” karena semua kegiatan manusia terarah pada pencapaian kesenangan.
- Teori formalisme menyatakan nilai adalah kemauan yang bijaksana yang didasarkan pada akal rasional. Berdasarkan teori ini nilai itu berari sudah berdasarkan pertimbangan baik dan buruknya.
- Teori pragmatisme menyatakan bahwa nilai itu baik apabila memenuhi kebutuhan dan memiliki nilai instrumental yaitu sebagai alat untuk mencapai tujuan.
Menurut Beerling
(2003:132) mengatakan bahwa sesuatu tanggapan disebut pertimbangan nilai jika
didalamnya orang mengatakan bahwa sesuatu bernilai baik atau keliru diharapkan
atau tidak diharapkan, positif atau negative, menguntungkan atau merugikan,
indah atau jelek.
Dari beberapa
teori di atas maka dapat disimpulkan bahwa nilai adalah sesuatu yang berharga
yang diidamkan setiap insan. Berharga dalam hal ini adalah jika memiliki
kegunaan atau manfaat bagi kehidupan manusia. Dengan demikian bila nilai
dihubungkan dengan ilmu, maka ilmu dapat dikatakan bernilai karena menghasilkan
pengetahuan yang dapat dipercaya kebenarannya, objektif yang terkaji secara
kritik.
2.2.2
Tipe nilai
a.
Nilai intrinsik
Nilai
intrinsik merupakan suatu nilai akhir yang menjadi tujuan yang memiliki harkat
atau harga dalam dirinya. Contohnya suatu lukisan yang memancarkan keindahannya
dimanapun ia diletakkan.
b.
Nilai instrumental
Adalah
sebagai alat untuk mencapai nilai akhir. Sebagai contoh shalat lima waktu yang dikerjakan
setiap hari. Nilai instrinsiknya adalah shalat itu merupakan perbuatan luhur
dan terpuji, sedangkan nilai instrumentalnya adalah dengan melakukan shalat
yang ikhlas dapat mencegah perbuatan keji dan munkar, yang pada akhirnya akan
mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat, yang merupakan nilai akhir dari
kehidupan manusia.
2.2.3
Kriteria nilai
Sesuatu yang
menjadi ukuran dari nilai tersebut, bisa berupa nilai yang baik atau nilai yang
buruk. Bagi kaum hedonisme mereka menemukan ukuran nilai dalam sejumlah
kesenangan, sementara bagi kaum pragmatis menemukan ukuran nilai dari “kegunaannya” dalam kehidupan baik
individu maupun masyarakat.
Berdasarkan hakikat
nilai yang telah disimpulkan sebelumnya maka kriteria nilai itu dikatakan baik
jika memiliki kegunaan atau manfaat dalam kehidupan manusia begitu pun
sebaliknya.
2.2.4
Status metafisika nilai
Yang dimaksud dengan
status metafisika nilai adalah bagaimana hubungan nilai-nilai tersebut dengan
realitas. Menurut Runes (dalam Sadulloh, 2003: 38) mengemukakan tiga
jawabannya, yaitu subjektivisme adalah nilai itu berdiri sendiri, namun
bergantung dan berhubungan dengan pengalaman manusia. Secara objektivisme
logis, nilai itu sesuatu wujud, suatu kehidupan yang logis, tidak terkait pada
kehidupan yang dikenalnya. Secara objektivisme metafisika, nilai adalah sesuatu
yang lengkap, objektif, dan merupakan bagian aktif dari realitas metafisik.
3. Karakteristik nilai
Ada bebeberapa karakteristik yang berkaitan
dengan teori nilai, yaitu nilai objektif dan subjektif, nilai absolut dan
berubah.
3.1 Nilai objektif dan
subjektif.
Suatu nilai
dikatakan objektif apabila nilai tersebut memiliki kebenarannya tanpa
memperhatikan pemilihan dan penilaian manusia. Nilai subjektif apabila nilai
tersebut memiliki preferensi abadi, dikatakan baik karena dinilai seseorang.
3.2 Nilai absolut dan
berubah
Nilai dikatakan absolut atau
abadi apabila nilai yang berlaku sekarang sudah berlaku sejak masa lampau dan
akan berlaku serta absah sepanjang masa, serta akan berlaku bagi siapa pun
tanpa memperhatikan ras dan kelas social. contohnya nilai kasih saying, ALLAH
Maha Pengampun. Nilai dikatakan berubah apabila tergantung dari pengalaman
seseorang, dan diuji oleh pengalaman dalam kehidupan masyarakat. Mungkin juga
sebagai hasil kreasi akal rasional atau suatu kepercayaan yang kuat sesuai
dengan harapan dan keinginan manusia. Sebagai contohnya adalah teknologi.
4. Tingkatan nilai
Beberapa pandangan
yang berkaitan dengan tingkatan nilai.
1.
Kaum idealis : nilai spiritual merupakan
tingkatan yang lebih tinggi dari material.
2.
Kaum realis : nilai rasional dan
empiris berada pada tingkatan atas
3.
Kaum pragmatis : tidak ada kepastian dalam tingkatan nilai,
karena menurut kaum ini apabila bisa memuaskan kebutuhan yang penting dan
memiliki nilai instrumental maka hal tersebut berada pada tingkat atas.
5. Jenis-jenis nilai
Aksiologi
dalam cabang filsafat dibedakan menjadi etika dan estetika.
5.1 Etika
Istilah etika
berasal dari kata ethos (Yunani) yang berarti adat kebiasaan. Dalam istilah
lain etika disebut dengan moral (Yunani) yang berarti kebiasaan. Walaupun antara
etika dan moral terdapat perbedaan, tetapi para ahli tidak membedakannya dengan
tegas, bahkan secara praktis cenderung untuk memberi arti yang sama. Menurut Salam
(2000:6) mengemukakan bahwa etika itu mempelajari tentang pola tingkah laku
manusia yang dinilai baik dan buruk. Menurut Sudarsono (2001:188) etika adalah
ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat
dipahami manusia. Nilai-nilai luhur dalam etika
yang bersifat universal antar lain kejujuran, kebaikan, kebenaran, rasa
malu, kesucian diri, kasih sayang, hemat dan sederhana.
Tim dosen UGM
mengungkapkan bahwa objek material etika adalah tingkah laku manusia. Perbuatan
yang dilakukan secara sadar dan bebas. Objek formal etika adalah kebaikan dan
keburukan atau bermoral dan tidak bermoral dari tingkah laku tersebut. Dengan
demikian perbuatan yang dilakukan secara tidak sadar dan tidak bebas tidak
dapat dikenai penilaian bermoral atau tidak bermoral.
Walaupun etika
mempelajari serta mempersoalkan prilaku manusia, namun berbeda dengan
psikologi, antropologi dan sosiologi yang semuanya berhubungan dengan prilaku
manusia. Menurut Salam (1997:) letak perbedaannya adalah pada masalah dan
fungsinya. Pada psikologi, antropologi and sosiologi fungsinya menjelaskan
kepada kita bagaimana manusia bertingkah laku dan mengapa mereka bertingkah
laku demikian. Sedangkan pada masalahnya, memberikan kepada kita fakta-fakta
dan hukum-hukum tentang masyarakat, tentang tingkah laku manusia sementara
etika menilai . Sedangkan etika tidak berhubungan dengan deskripsi dan
penjelasan tingkah laku manusia beserta latar belakangnya, melainkan untuk
menilai perilaku tersebut. Etika juga tidak bermaksud mengganti ilmu tersebut,
dalam usahanya untuk dapat melakukan tugasnya dengan lebih teliti, lebih tepat,
dan lebih bijaksana.
Dapat disimpulkan,
karena etika menilai perbuatan manusia, maka lebih tepat jika dikatakan bahwa
objek formal etika adalah norma-norma kesusilaan atau nilai-nilai kesusilaan
manusia, sementara objek materialnya adalah tingkah laku dan perbuatan manusia
yang dilakukan secara sadar, sehingga dapat dikatakan bahwa etika mempelajari
tingkah laku manusia ditinjau dari segi baik dan tidak baik di dalam suatu
kondisi normatif, yaitu suatu kondisi yang melibatkan norma-norma.
5.2 Estetika
“Estetika adalah
mempelajari pola cita rasa yang dinilai indah (estetis) dan jelek” (Salam,
2000). Sedangkan menurut Sadulloh (2003: 41) berpendapat bahwa estetika adalah
nilai-nilai yang berkaitan dengan kreasi seni dengan pengalaman-pengalaman kita
yang berhubungan dengan seni. Salah satu pernyataan mengenai estetika
dirumuskan oleh Bell
dalam Pratiwi (2009:1) “Keindahan hanya dapat ditemukan oleh orang dalam
dirinya sendiri telah memiliki pengalaman sehingga dapat mengenali wujud
bermakna dalam satu benda atau karya seni tertentu dengan getaran atau
rangsangan keindahan”
Persoalan mengenai
dasar pengalaman estetis sendiri muncul sejak abad 18 setelah berkembangnya
matematika semua pemikir cenderung mencari dasar-dasar yang kuat yang bersifat
matematis untuk moral, politik hingga estetika. Pada abad pertengahan pengalamn
keindahan dikaitkan dengan pengalaman religi yaitu kebesaran alam ciptaan
Tuhan. Pada zaman modern pengalamn keindahan dikaitkan dengan tolak ukur lain
seperti fungsi efisiensi yangmemberi kepuasan, berharga bagi dirinya snediri
pada cirinya sendiri dan pada tahap kesadaran tertentu. Menurut Thomas Aquino
“keindahan berkaitan dengan pengetahuan”. Sesuatu bersifat indah jika
menyenangkan mata si pengamat namun disamping itu terdapat penekanan pada
pengetahuan bahwa pengalaman keindahan akan bergantung pada pengalaman empirik dari
pengamat. Pertimbangan estetika
dari pengolahan rupa setidaknya dapat didekati melalui:
a.
Pemahaman karya sebagai objek
estetik
b.
Pemahaman terhadap manusia
sebagai subjek yang mengamati atau menciptakan karya estetik.
Dapat disimpulkan bahwa estetis atau keindahan adalah sesuatu yang dapat
menyenangkan mata si pengamat dengan pertimbangan karya sebagai objek estetik
dan subjek yang mengamati serta dengan tolak ukur fungsi efisiensi yang memberi
kepuasan dan berharga untuk dirinya sendiri. Dengan demikian
kesenangan tersebut mengarah kepada kebaikan.
TINJAUAN PUSTAKA
Beerling, Kwee, Mooij, Van Peursen, 2003, Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta:Tiara
Wacana.
Ismaliani. 2008. Aksiologi (http///Esksiologi/20/C2),
diakses 15 September 2010.
Pratiwi, Niken. 2009. Estetika atau keindahan.
(http:file//E:/Estetika-atau-keindahan.html, diakses 16 september 2010)
Salam, Burhanuddin. 1997. Logika
materil. (Filsafat ilmu pengetahuan). Jakarta:
Rineka Cipta
Salam, Burhanuddin. 2000. Sejarah
Filsafat Ilmu dan Teknologi. Jakarta:
Rineka Cipta.
Sadullah, Uyoh. 2003. Pengantar
Filsafat Pendidikan. Bandung:Alfabeta.
Sudarsono. 2001. Ilmu Filsafat
: suatu pengantar. Jakarta:
Rineka Cipta.
Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas
Filsafat UGM. 2003. Filsafat Ilmu:
Sebagai dasar pengembangan Ilmu
pengetahuan. Yogyakarta: Liberty
0 komentar:
Posting Komentar